Kamis, 03 November 2016

legowo

Sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman yang diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda). Namun kemudian pola tanam ini berkembang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi akibat dari peningkatan populasi dan optimalisasi ruang tumbuh bagi tanaman. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih optimal untuk pertanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Beragamnya praktek legowo di lapangan menuntut adanya buku acuan penerapan sistem tanam legowo yang benar mulai dari penanaman hingga pengambilan sampel ubinan, sehingga dalam pelaksanaannya benar-benar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 2 II. PENDAHULUAN Padi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia, yang sebagian besar dibudidayakan sebagai padi sawah. Kegiatan dalam bercocok tanam padi secara umum meliputi pembibitan, persiapan lahan, pemindahan bibit atau tanam, pemupukan, pemeliharaan (pengairan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit) dan panen. Dewasa ini telah diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, antara lain budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT), maupun sistem tanam Jajar Legowo (Legowo). Pengenalan dan penggunaan sistem tanam tersebut disamping untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Pada umumnya, varietas padi pada kondisi jarak tanam sempit akan mengalami penurunan kualitas pertumbuhan, seperti jumlah anakan dan malai yang lebih sedikit, panjang malai yang lebih pendek, dan tentunya jumlah gabah per malai berkurang dibandingkan pada kondisi jarak tanam lebar (potensial). Fakta di lapang membuktikan bahwa penampilan individu tanaman padi pada jarak tanam lebar lebih bagus dibandingkan dengan jarak tanam rapat. Pada jarak tanam lebar (50x50) cm, varietas Inpari 9-Elo dapat menghasilkan lebih dari 50 anakan/rumpun, dengan vigor vegetatif yang sangat baik terutama apabila tanah cukup air dan hara. Sebaliknya, pada kondisi jarak tanam rapat (20x20) cm hanya menghasilkan <20 anakan/rumpun. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya produktivitas pada jarak tanam rapat sebagai berikut: (a) varietas umumnya akan tumbuh tidak optimal apabila menerima sinar yang rendah akibat adanya persaingan antar individu tanaman dalam jarak tanam rapat, (b) terjadinya kahat hara tertentu terutama N, P dan K serta air akibat pertanaman yang rapat, perakaran yang 3 intensif sehingga pengurasan hara juga intensif, dan (c) terjadinya serangan penyakit endemik setempat, akibat kondisi iklim mikro yang menguntungkan bagi perkembangan penyakit pada jarak tanam rapat. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namun demikian, penerapan jajar legowo di lapangan masih menunjukkan banyak variasi. Hal ini dimungkinkan akibat dari pemahaman mengenai sistem tanam legowo masih sangat beragam walaupun memiliki kesamaan konsep dasar yang dipahami. Oleh karena tu, dibutuhkan buku pedoman penerapan sistem tanam legowo dengan harapan dapat mempermudah penerapan di lapangan dan tidak menyimpang dari konsepnya. 4 III. PENGERTIAN JAJAR LEGOWO Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit, atau kemungkinan terjadinya keracunan besi. Jarak tanam dua baris terpinggir pada tiap unit legowo lebih rapat dari pada baris yang ditengah (setengah jarak tanam baris yang di tengah), dengan maksud untuk mengkompensasi populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda). Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi. Selain itu juga mempermudah pada saat pengendalian hama, penyakit, gulma, dan juga pada saat pemupukan. 5 Pada penerapannya, perlu diperhatikan tingkat kesuburan tanah pada areal yang akan ditanami. Jika tergolong subur, maka disarankan untuk menerapkan pola tanaman sisipan hanya pada baris pinggir (legowo tipe 2). Hal ini dilakukan untuk mencegah kerebahan tanaman akibat serapan hara yang tinggi. Sedangkan pada areal yang kurang subur, maka tanaman sisipan dapat dilakukan pada seluruh barisan tanaman, baik baris pinggir maupun tengah (legowo tipe 1). Saat ini, sistem logowo sudah mulai banyak di adopsi oleh petani di Indonesia. Banyak petani yang sudah merasakan manfaat dan keuntungannya dengan menggunakan teknik tersebut. Dengan sistem tanam legowo, populasi tanaman dapat ditingkatkan yang pada gilirannya diperoleh peningkatan hasil gabah. 6 IV. PRINSIP TANAM JAJAR LEGOWO Sistem legowo adalah suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan populasi tanaman lebih dari 160.000 per hektar. Penerapan Jajar Legowo selain meningkatkan populasi pertanaman, juga mampu menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pingir sehingga tanaman dapat berfotosintesa lebih baik. Selain itu, tanaman yang berada di pinggir diharapkan memberikan produksi yang lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, mengingat pada sistem tanam jajar legowo terdapat ruang terbuka seluas 25-50%, sehingga tanaman dapat menerima sinar matahari secara optimal yang berguna dalam proses fotosintesis. Penerapan sistem tanam legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25x25) cm antar rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai jarak antar barisan/lorong atau ditulis (25x12,5x50) cm. Hindarkan penggunaan jarak tanam yang sangat rapat, misalnya (20x20) cm, karena akan menyebabkan jarak dalam baris sangat sempit. Dalam buku ini, dibatasi pada penerapan sistem tanam legowo 2:1 dan 4:1 baik untuk tipe 1 maupun tipe 2. 1. Legowo 2:1 Sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31% dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha. Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman sisipan. 7 2. Legowo 4:1 Tipe 1 Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi tanaman mencapai 256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel (25x25)cm. Tipe 2 Sistem tanam legowo 4:1 tipe 2 merupakan pola tanam dengan hanya memberikan tambahan tanaman sisipan pada kedua barisan tanaman pinggir. Populasi tanaman 192.712 ± 4260 rumpun/ha dengan persentase peningkatan hanya sebesar 20,44% dibanding pola tegel (25x25)cm. Pola ini cocok diterapkan pada lokasi dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Meskipun penyerapan hara oleh tanaman lebih banyak, tetapi karena tanaman lebih kokoh sehingga mampu meminimalkan resiko kerebahan selama pertumbuhan. 8 V. KEUNTUNGAN JAJAR LEGOWO Menurut Sembiring (2001), sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen PTT pada padi sawah yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam lainnya memiliki keuntungan sebagai berikut: Terdapat ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman. 1. Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus. 2. Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan populasi. 3. Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan bebek). 4. Meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%. 9 VI. CARA UBINAN JAJAR LEGOWO Untuk mengetahui tingkat produktivitas tanaman antara lain dapat dilakukan dengan panen ubinan. Ubinan dibuat agar dapat mewakili hasil hamparan. Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pilih pertanaman yang seragam dan dapat mewakili penampilan hamparan, baik dalam segi pertumbuhan, kepadatan tanaman, maupun kondisi terakhir yang ada di lapangan. 2. Tentukan luasan ubinan, minimal dua set jajar legowo yang berdekatan. Luas ubinan paling sedikit dibuat 10 m2 dengan mengambil ukuran setengah jarak tanam. Jarak tanam dengan pola legowo berbeda dengan sistem tegel. Oleh karena itu ada beberapa alternatif yang dapat digunakan: • Jika menggunakan pola tanam legowo 2:1 (25x 12,5x 50) cm, maka alternatif plot ubinan sebagai berikut : Alternatif 1 2 set tanaman legowo sepanjang 10 m = (6 x 0,25 m) x 8 m = 12 m2 atau setara dengan 256 rumpun Alternatif 2 3 set tanaman legowo sepanjang 5 m = (9 x 0,25 m) x 5 m = 11,25 m2 atau setara dengan 240 rumpun Alternatif 3 4 set tanaman legowo sepanjang 4 m = (12 x 0,25 m) x 4 m = 12 m2 atau setara dengan 256 rumpun Secara lebih skematis dapat dilihat pada gambar 1. • Jika menggunakan pola tanam legowo 4:1 tipe 1 (25x 12,5x 50) cm, maka alternatif plot ubinan sebagai berikut : Alternatif 1 2 set tanaman legowo sepanjang 5 m = (10 x 0,25 m) x 5 m = 12,5 m2 atau setara dengan 320 rumpun Alternatif 2 3 set tanaman legowo sepanjang 3 m = (15 x 0,25 m) x 3 m = 11,25 m2 atau setara dengan 288 rumpun Secara lebih skematis dapat dilihat pada gambar 2. 10 • Jika menggunakan pola tanam legowo 4:1 tipe 2(25x 12,5x 50) cm, maka alternatif plot ubinan sebagai berikut : Alternatif 1 2 set tanaman legowo sepanjang 5 m = (10 x 0,25 m) x 5 m = 12,5 m2 atau setara dengan 240 rumpun Alternatif 2 3 set tanaman legowo sepanjang 3 m = (15 x 0,25 m) x 3 m = 11,25 m2 atau setara dengan 216 rumpun Secara lebih skematis dapat dilihat pada gambar 3. 3. Tandai luasan yang akan diubin menggunakan ajir. 4. Laksanakan panen pada luasan ubinan tersebut, rontokkan gabahnya, dan bersihkan dari kotoran. 5. Ulangi pelaksanaan ubinan dengan menggunakan minimal 2 atau lebih ulangan. 6. Timbang gabah dan ukurkadar air saat panen. Konversikan hasil ubinan per ha berdasarkan ukuran luasan maupun jumlah rumpun, kemudian konversikan kembali hasil gabah yang diperoleh dalam kadar air 14% (gabah kering giling atau GKG). 11 Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Luas Ubinan = 1,5 m x 8 m = 12 m2 = 256 rumpun Luas Ubinan = 2,25 m x 5 m = 11,25 m2 = 240 rumpun Luas Ubinan = 3 m x 4 m = 12 m2 = 256 rumpun Gambar 1. Penentuan luas ubinan dengan pola tanam legowo 2:1 (25x12,5x50) cm 12 Alternatif 1 Alternatif 2 Luas Ubinan = 2, 5 m x 5 m = 12,5 m2 = 320 rumpun Luas Ubinan = 3,75 m x 3 m = 11,25 m2 = 288 rumpun Gambar 2. Penentuan luas ubinan dengan pola tanam legowo 4:1 tipe 1 (25x12,5x50) cm 13 Alternatif 1 Alternatif 2 Luas Ubinan = 2, 5 m x 5 m = 12,5 m2 = 240 rumpun Luas Ubinan = 3,75 m x 3 m = 11,25 m2 = 216 rumpun Gambar 3. Penentuan luas ubinan dengan pola tanam legowo 4:1 tipe 2 (25x12,5x50) cm 14 VII. PEMROSESAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL Untuk mendapatkan data ubinan perlu dilakukan langkahlangkah kegiatan seperti pada skema berikut : Selain itu, perlu dilengkapi dengan pengambilan sampel tanaman untuk penetapan komponen hasil. Penghitungan variabel komponen hasil penting dilakukan sebagai faktor penilai terhadap kemampuan pembentukan malai per rumpun, jumlah gabah yang dihasilkan tiap malai, persentase pengisian gabah, serta bobot gabah tiap 1.000 butir. Ubinan Perontokan gabah Pengeringan gabah (sampai k.a. 10-16%) Buang gabah hampa dan kotoran lainnya Timbang dan catat berat bersih gabah ubinan Ukur kadar air Hitung hasil gabah ubinan k.a. 14% (kg) Hasil gabah (k.a 14%) = Hasil ubinan x (100 - k.a. gabah)/86 Hitung hasil gabah (t/ ha) k.a. 14% Hasil ubinan (k.a.14%) x 10/ luas ubinan (m2 ) 15 Dari data tersebut kemudian dapat dihitung produksi per rumpun tanaman maupun per luasan lahan. Berikut adalah cara prosesing komponen hasil : Contoh 12 rumpun Hitung jumlah malai Rontokkan gabah dari tanaman Semua gabah isi & hampa Oven seluruh gabah (selama 3 hari pada suhu 70°c atau dijemur) Timbang dan catat berat gabah kering oven Sisa gabah di simpan (untuk analisis kimia) Pisahkan gabah isi dan hampa Gabah isi Gabah hampa Hitung gabah hampa Hitung gabah isi Masukkan ke dalam kantung kertas Masukkan ke dalam kantung kertas Oven selama 1 hari (suhu 70°c) Oven selama 1 hari (suhu 70°c) Timbang & catat berat gabah isi Timbang & catat berat gabah hampa Jerami & tangkai malai Timbang & catat berat total jerami segar (12 rumpun contoh) Alternatif 1 1 Alternatif 2 Oven pada suhu 70°c (sampai konstan) Ambil 200-300 g Sub contoh (homogen) Timbang & catat berat jerami segar sub contoh Timbang & catat berat kering 12 rumpun Ambil sebagian jerami untuk analisis tanah Oven pada suhu 70°c (sampai konstan) Timbang & catat berat konstan jerami Konversi berat jerami ke berat 12 rumpun Ambil sub contoh (30-40 g) 16 VIII. HASIL-HASIL PENELITIAN Sistem tanam legowo merupakan salah satu bentuk rekayasa teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi dengan pengaturan populasi sehingga tanaman mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang optimum (Suriapermana et al, 2000). Terutama pada musim penghujan dengan intensitas matahari yang rendah, De Datta (1981) dalam Zaini (2009) menyatakan bahwa peningkatan populasi tanaman sangat penting untuk meningkatkan hasil gabah dan efisiensi pemanfaatan pupuk N karena jumlah anakan yang terbentuk pada kondisi tersebut menjadi lebih rendah. Pengelolaan populasi tanaman saja tidak cukup tetapi harus disertai pengelolaan air yang benar. Sesbany (2011) mengemukakan bahwa pada kondisi air macak-macak pertumbuhan tanaman lebih baik, karena menghasilkan tanaman yang lebih kokoh (tidak terjadi perpanjangan ruas batang yang abnormal), jumlah anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar lebih baik (tidak terdapatnya jaringan aerenchyma), tekanan turgor lebih tinggi sehingga dapat menyerap hara lebih banyak, dan kandungan prolin lebih rendah dibandingkan dalam keadaan tergenang air. Hasil yang lebih tinggi dicapai dengan sistem tanam legowo dibandingkan dengan sistem tegel (25x25) cm. Semakin lebar jarak tanam menghasilkan anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik disertai dengan berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit. Legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo 2:1. Legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil penelitian Abdulrachman et al (2011) menunjukkan bahwa pada pertanaman Legowo 2:1 dengan jarak tanam (25x12,5x50) cm 17 mampu meningkatkan hasil antara 9,63-15,44% dibanding model tegel. Jumlah anakan/rumpun dan jumlah malai/rumpun adalah komponen yang mendukung peningkatan hasil tersebut (Tabel 1). Tabel 1. Komparatif pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil Legowo vs Tegel, Jawa Tengah 2011 Variabel Legowo 2:1 Jarak tanam (25x12,5x50) cm Tegel Jarak tanam(25 x 25) cm MT-1 MT-2 MT-1 MT-2 Tinggi tanaman (cm) 100,4 104,1 103,1 105,0 Jumlah anakan (rumpun) 23,6 19,2 18,8 14,8 Jumlah malai (rumpun) 20,1 17,2 18,9 15,9 Jumlah gabah (malai) 155,7 143,2 161,6 133,7 Gabah isi (%) 75,2 71,2 75,2 74,6 Bobot 1000 butir (gr) 25,1 25,7 25,3 25,9 Hasil GKG (14%) 8,08 8,60 7,31 7,45 Sumber: Abdulrachman, et al., (2011). Diduga respon varietas terhadap sistem tanam bersifat spesifik. Hasil panen berbagai varietas dengan menggunakan sistem legowo 2:1 (25;12,5;50) bervariasi dari respon negatif hingga peningkatan hasil gabah tertinggi sebesar 24,47% dibanding tegel (25x25) cm. Inpari 10, Hipa8, dan Situ Patenggang yang hasilnya lebih tinggi pada sistem tegel. Berbagai tipe varietas yang dikembangkan saat ini berbeda dalam kemampuan membentuk anakan yang berakibat bervariasinya jumlah malai produktif yang dihasilkan. Di pihak lain, pada varietas yang sama kemampuan tanaman membentuk anakan dapat berbeda apabila ditanam pada populasi yang berbeda. Laporan hasil penerapan sistem jajar Legowo di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa pada sawah irigasi teknis menunjukkan hasil gabah kering mencapai 8,50 t/ha lebih tinggi disbanding sistem tegel 6,36 t/ha. Penerimaan usahatani padi sistem Legowo mencapai 18 Rp 2.022.850/ha/musim, sedangkan pada sistem tegel sebesar Rp. 1.280.300 (Hamdani et al., 1996). Di Lubuk Bayas dilaporkan pula bahwa sekitar 63,3% petani sudah menerapkan sistem tanam Legowo 4:1, yang ternyata dapat memberikan peningkatan pendapatan petani. Hasil kajian di Subak Dalem, Desa Wani, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan pada MK 2006 menunjukkan bahwa sistem tanam jajar legowo 2:1 nyata meningkatkan hasil gabah varietas Ciherang. Hasil gabah mencapai 5,64 t/ha dibandingkan dengan tanam tegel 4,60t/ha GKP, atau ada peningkatan hasil sekitar 22,7% dengan kelebihan keuntungan sebesar Rp 1.700.000. Pada jajar legowo 2:1 serangan penyakit leaf smut dan sheath blight lebih rendah (Daradjat et.al., 1996). Dilaporkan juga oleh Jaya Sakti (2012) bahwa populasi penggerek batang tidak berbeda nyata baik pada penggunaan sistem tanam legowo 2:1 maupun tegel. Widiarta et al., (2003) mengemukakan bahwa tanam jajar legowo menyebabkan kondisi iklim mikro dibawah kanopi tanaman kurang mendukung perkembangan patogen. Pada tanaman padi dengan sebaran ruang legowo, wereng hijau kurang aktif berpindah antar rumpun, sehingga penyebaran tungro terbatas (Widiarta et al., 2003). Tanam jajar legowo mengakibatkan habitat kurang disukai tikus karena lebih menyukai memakan tanaman yang berada di tengah petakan. Seperti halnya untuk penyakit hawar daun bakteri yang serangannya menjadi berkurang (Widiarta et al., 2012) Kemudahan yang diperoleh pada sistem legowo menurut Kamandalu et al., (2006) dalam hal cara penyiangan, pemupukan serta pemeliharaan tanaman. Sementara itu, permasalahan yang masih dihadapi petani dalam penerapan sistem tanam legowo 4:1 menurut Nazlah (2011) antara lain adalah: (1) adanya petani yang belum yakin terhadap teknologi sistem tanam legowo, kurangnya modal, terbatasnya alat mesin pertanian, dan kurangnya informasi yang mendetail untuk sistem tanam legowo. 19 IX. KENDALA DAN SOLUSI Menurut petani diungkapan bahwa ada beberapa kendala dalam penerapan sistem tanam jajar legowo, diantaranya adalah: (1) tanam lebih sulit dibandingkan sistem tegel. Hal ini disebabkan karena jarak tanam dalam baris tidak sama dengan antar baris, dalam baris lebih sempit dibandingkan antara baris (2) tanam membutuhkan waktu lebih lama karena jarak tanam tidak simetris dan ada bagian yang dikosongkan. Kondisi seperti ini mengakibatkan butuh konsentrasi lebih bagi tenaga tanam dan (3) biaya tanam lebih tinggi dibandingkan sistem tegel. Upah borongan tanam tegel sekitar Rp 650.000,- per ha, sementara tanam jajar legowo Rp 750.000,- s/d Rp 800.000,- per ha tergantung tipe legowonya. Sebenarnya kendala di atas muncul karena tenaga tanam belum terbiasa dan membudaya. Solusi yang ditawarkan untuk menanggulagi masalah di atas salah satunnya menggunakan alat tanam. Alat tanam yang dimaksud adalah alat tanam benih langsung (ATABELA). Agak berbeda dibandingkan tanam bibit dengan transplanter, tanam benih langsung dapat menggunakan drum seeder atau Sedeer Baytani. Seeder Baytani mampu memasukan benih kedalam lubang alur saat dilakukan tarikan. Hal ini dapat menghindakan terseraknya benih akibat hujan atau serangga dan mampu membuat barisan tanaman lebih rapih. Berikut Sedeer Baytani untuk legowo 4:1 dan legowo 2:1. Perbedaan yang utama antara kedua sedeer ini hanyalah pada panjang pralon tempat pengisian benih, 120 cm untuk legowo 4:1 sedangkan pada legowo 2:1 adalah 2,25 cm. Lubang keluarnya benih pada sedeer dapat diatur sesuai baris legowo yang diinginkan. 20 Untuk mempermudah tanam juga dapat menggunakan caplak sistem legowo. Dengan caplak model khusus ini sekali tarik alur yang dihasilkan sudah membentuk jajar legowo. Sehingga kesulian bagi tenaga tanam untuk menghasilkan larikan jajar legowo dapat diatasi. Sedeer Legowo 4:1 Sedeer Legowo 2:1 Caplak Legowo 2:1 21 X. PENUTUP Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen teknologi budidaya yang ditujukan untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi melalui pengaturan populasi. Tanaman diatur sehingga mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang maksimal. Selain itu, efektivitas pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, aplikasi pupuk, serta penanggulangan hama dan penyakit lebih efektif. Penerapan sistem tanam legowo yang benar, diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi petani. Pengambilan ubinan yang tepat akan memberikan data dan informasi yang akurat serta membuat kebijakan lebih bermanfaat. 22 DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman, S., N. Agustiani, L.M. Zarwazi, dan I. Syarifah. 2011. Peningkatan efisiensi penggunaan air pada padi sawah (>20%) melalui sistem aerobik. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (unpublished). Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian. Jakarta. 40 p. Daradjat A., SK. Triny, dan Sadeli. 1996. Kepar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar