Kamis, 22 September 2016

karyaa

BAB 11
LANDASAN TEORI
2.1       A.  Pengertian Peningkatan
                                 1.   Pengertian peningkatan menurut seorang ahli bernama Adi   S, Peningkatan berasal dari kata tingkat. Yang berarti lapis atau         lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan.               Peningkatan adalah usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih      baik daripada sebelumnya. Suatu usaha untuk tercapainya suatu            peningkatan biasanya diperlukan perencanaan dan eksekusi           yangbaik.Perencanaan dan eksekusi ini harus saling berhubungan dan tidak menyimpang dari tujuan yang   telah    ditentukan. Sedangkan menurut ahli bernama Moeliono      peningkatan adalah Sebuah cara atau usaha yang            dilakukan        untuk mendapatkan keterampilan atau kemampuan           menjadi           lebih baik.

                                                         Secara umum, peningkatan merupakan upaya untuk menambah                               derajat, tingkat, dan      kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga                         dapat berartipenambahan keterampilan dan kemampuan agar                                 menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti                                             pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan                                              sebagainya.

karya

Menurut seorang ahli bernama Adi S, peningkatan berasal dari kata tingkat. Yang berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Tingkat juga dapat berarti pangkat, taraf, dan kelas. Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum, peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berartipenambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya.
Kata peningkatan biasanya digunakan untuk arti yang positif. Contoh penggunaan katanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, serta peningkatan keterampilan para penyandang cacat. Peningkatan dalam contoh diatas memiliki arti yaitu usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Suatu usaha untuk tercapainya suatu peningkatan biasanya diperlukan perencanaan dan eksekusi yang baik. Perencanaan dan eksekusi ini harus saling berhubungan dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan.

Pengertian Peningkatan Menurut Para Ahli

Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas pencapaian yang telah diharapkan.
Seperti telah disebutkan di awal, peningkatan dapat berarti pula menaikkan derajat sesuatu atau seseorang, serta dapat pula berarti mempertinggi dan memperhebat. Peningkatan yang memiliki arti menaikkan derajat adalah dalam penggunaannya dalam kalimat “peningkatan jabatan dari staff menjadi kepala bagian”. Untuk peningkatan yang berarti mempertinggi, contoh penggunaan kalimatnya adalah seperti “Peningkatan standar kepuasan pelanggan sangat membebani produsen”. Sedangkan untuk peningkatan yang berarti memperhebat, contoh kalimatnya adalah “Perusahaan itu sedang gencar-gencarnya melakukan peningkatan teknologi agar keuntungan yang didapat lebih banyak”.

Rabu, 21 September 2016

kartul

BAB I
PENDAHULUAN



1.1    Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia.  Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang meningkat. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan. Kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan laju pertambahan penduduk. Akan tetapi, laju peningkatan kebutuhan beras itu tidak sebanding dengan laju penambahan produksinya di lapangan sehingga terjadi kekurangan setiap tahun. Indonesia, pada tahun 1998 pernah sebagai pengimpor beras terbesar di Asia Tenggara sebesar 5,9 juta ton atau separuh dari produksi dunia yang ada di pasaran waktu itu yaitu 12 juta ton (Sumodiningrat, 2001). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan impor beras tersebut dengan cara pengurangan volume impor dan pada tahun 2006 menjadi sebesar 210 ribu ton (Departemen Pertanian, 2006 ). Melihat kecenderungan dan fluktuasi besarnya impor beras setiap tahunnya menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan daya hasil tanaman padi per hektarnya cukup besar. Kesuburan tanah sangat mempengaruhi hasil produsi padi di Indonesia. Pada umumnya, padi pada kondisi jarak tanam yang sempit akan mengalami penurunan kualitas pertumbuhan, seperti jumlah anakan dan malai lebih sedikit, panjang malai lebih pendek dan tentunya jumlah gabah per malai berkurang dibandingkan pada kondisi jarak tanam yang potensial (AAK, 1990).

Selama ini usaha petani yang sering dilakukan petani untuk meningkatkan produksi adalah dengan pemberian pupuk buatan dalam jumlah yang cenderung meningkat, pengembalian bahan organik seperti jerami. Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mencukupkan kebutuhan haranya. Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebab unsur hara yang terdapat di dalam tanah tidak selalu mencukupi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara optimal  Selain dengan teknologi penyuluhan sistem tanam padi merupakan salah satu teknlogi dengan menetukan jarak tanam, namun untuk mewujudkan upaya tersebut masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau melaksanakan anjuran sepenuhnya.  Sebagai contoh dalam hal sistem tanam masih banyak petani yang bertanam tanpa jarak tanam yang beraturan. Padahal dengan pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta memudahkan tindakan kelanjutannya. Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo (panjang)” yang secara kebetulan sama dengan nama pejabat yang memperkenalkan cara tanam ini. Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama kali oleh seorang pejabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah yang bernama Bapak Legowo yang kemudian 4 Laporan Tugas Akhir Program Studi Budidaya Tanaman Pangan ditindak lanjuti oleh Departemen Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi atau anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong.




1.2      Identifikasi Masalah

            Dari pembahasan pada latar belakang di atas dapat di identifikasikan bahwa apakah masih ada petani padi di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat yang menanam padi tidak menggunakan sistim tanam jajar legowo.

1.3       Rumusan Masalah

Berdasakan pada identifikasi masalah tersebut, maka dirumuskan sebagai berikut.

1.   Bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar legowo di Desa Margo                 Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?
2.   Faktor – faktor apa yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?
3.   Apakah sistim tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi padi di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?

1.4       Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian adalah :
1.   Untuk mengetahui sikap petani terhadap teknologi jajar legowo di  Desa                                                                                                                                                               Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?
2.   Untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan petani tidak menerapkan    teknologi jajar legowo di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?
3.   Untuk mengtahui apakah sistim tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi padi di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat?
1.5       Manfaat Penulisan

            Karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, antara lain :

1.      Menambah wawasan tentang penting nya sistim tanam jajar legowo.
2.      Mengetahui bagaimana cara penanaman sistim jajar legowo dengan baik dan benar.
3.      Menumbuhkan minat pembaca untuk mengtahui tentang sistim tanam jajar legowo.

1.6       Ruang Lingkup


            Dalam ruang lingkup ini mempermasalahkan tentang masih ada petani yang belum menerapkan sistim tanam jajar legowo dan apakah sistim tanam jajar legowo dpat meningkatkan pruduksi padi.

Selasa, 20 September 2016

lllllllll



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia.  Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang meningkat. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan. Kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan laju pertambahan penduduk. Akan tetapi, laju peningkatan kebutuhan beras itu tidak sebanding dengan laju penambahan produksinya di lapangan sehingga terjadi kekurangan setiap tahun. Indonesia, pada tahun 1998 pernah sebagai pengimpor beras terbesar di Asia Tenggara sebesar 5,9 juta ton atau separuh dari produksi dunia yang ada di pasaran waktu itu yaitu 12 juta ton (Sumodiningrat, 2001). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan impor beras tersebut dengan cara pengurangan volume impor dan pada tahun 2006 menjadi sebesar 210 ribu ton (Departemen Pertanian, 2006 ). Melihat kecenderungan dan fluktuasi besarnya impor beras setiap tahunnya menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan daya hasil tanaman padi per hektarnya cukup besar.
Kesuburan tanah sangat mempengaruhi hasil produsi padi di Indonesia. Pada umumnya, padi pada kondisi jarak tanam yang sempit akan mengalami penurunan kualitas pertumbuhan, seperti jumlah anakan dan malai lebih sedikit, panjang malai lebih pendek dan tentunya jumlah gabah per malai berkurang dibandingkan pada kondisi jarak tanam yang potensial (AAK, 1990).
Selama ini usaha petani yang sering dilakukan petani untuk meningkatkan produksi adalah dengan pemberian pupuk buatan dalam jumlah yang cenderung meningkat, pengembalian bahan organik seperti jerami. Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mencukupkan kebutuhan haranya. Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebab unsur hara yang terdapat di dalam tanah tidak selalu mencukupi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara optimal  Selain dengan teknologi penyuluhan sistem tanam padi merupakan salah satu teknlogi dengan menetukan jarak tanam, namun untuk mewujudkan upaya tersebut masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau melaksanakan anjuran sepenuhnya.  Sebagai contoh dalam hal sistem tanam masih banyak petani yang bertanam tanpa jarak tanam yang beraturan. Padahal dengan pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta memudahkan tindakan kelanjutannya, (BPTP Jambi, 2013). Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo (panjang)” yang secara kebetulan sama dengan nama pejabat yang memperkenalkan cara tanam ini.

Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama kali oleh seorang pejabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah yang bernama Bapak Legowo yang kemudian 4 Laporan Tugas Akhir Program Studi Budidaya Tanaman Pangan ditindak lanjuti oleh Departemen Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi atau anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir).


1.2      Rumusan Masalah
Berdasakan pada latar belakang tersebut, bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar legowo di Desa Margo Mulyo maka dirumuskan seperti berikut.
1.2.1  Bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjung Tirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.2  Faktor – faktor apa yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.3  Bagaimana rancangan penyuluhan pertanian terhadap petani untuk menerapkan teknogi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?



karya tulis

DAFTAR ISI


JUDUL.................................................................................................... HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAAN .............................................................................  i
KATA PENGANTAR .......................................................................................  ii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................  vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................  1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................  1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................  3
1.3 Tujuan ...............................................................................................  3
1.4 Kegunaan ..........................................................................................  3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................  5
2.1 Landasan Teori .................................................................................  5
2.1.1 Program Pemerintah ...............................................................  5
2.1.2 Program Upaya Khusus ..........................................................  5
2.2.3 Kegiatan Upaya Khusus ..........................................................  5
2.1.4 Produksi dan Produktifitas ......................................................  6
2.1.5 Teknologi Jajar Legowo ..........................................................  7
2.1.6 Sikap Petani ............................................................................  9
2.2 Landasan Empiris ............................................................................. 14
2.2.1 Kondisi Umum Indonesia ........................................................ 14
2.2.2 Program dan Kegiatan ............................................................ 15
2.2.3 Teknologi Anjuran ................................................................... 16
a. Keunggulan dan Kelemahan Teknologi Jajar Legowo ....... 17
b. Kelemahan Teknologi Tegel ............................................... 20
c. Kelemahan Legowo dan Tegel ........................................... 21
2.3 Penyuluhan Pertanian ...................................................................... 21
2.4 Evaluasi Kegiatan Penyuluhan ........................................................ 22
2.4.1 Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Penyuluhan ............................ 23
2.4.2 Metode Evaluasi Penyuluhan ................................................. 24
1.5 Kerangka Berpikir ............................................................................ 25

BAB III METODOLOGI .................................................................................... 28
3.1 Lokasi dan Waktu ........................................................................... 28
3.1.1 Kegiatan Identifikasi Masalah ................................................ 28
3.1.2 Kegiatan Penelitian ................................................................ 28
3.2 Metode Kajian ................................................................................. 28
3.2.1 Pendekatan Kajian ................................................................. 28
3.3.2 Definisi Operasional ............................................................... 30
3.3.3 Populasi dan sampel .............................................................. 30
3.3.4 Pengumpulan Data ................................................................ 30
3.3.5 Teknik Analisis ....................................................................... 30
3.3 Rancangan Penyuluhan ................................................................. 31
3.3.1 Penyusunan Rancangan Penyuluhan ................................... 31
3.3.2 Langkah – Langkah Pelaksanaan Penyuluhan ..................... 31
3.3.3 Langkah Kerja Kegiatan Penyuluhan .................................... 32
3.3.4 Evaluasi ................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33
LAMPIRAN ....................................................................................................... 35

















DAFTAR LAMPIRAN

No.                 Judul                                                                                    Halaman
          1.         Jadwal Kegiatan ....................................................................................... 35
          2.         Identifikasi Responden ............................................................................. 36
          3.         Kuisioner.................................................................................................... 37
          4.         Lembar Persiapan Menyuluh ................................................................... 39



















BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN atau dengan sebutan lain yaitu  pasar bebas ASEAN Economic Community (AEC) menjadi momentum pertaruhan bagi Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alam utamanya disebut bidang pertanian. Sejak dulu Indonesia termasuk negara yang diperhitungkan dan menjadi incaran negara lain karena memiliki potensi produksi pertanian yang juga cukup besar. Potensi ini perlu diperhatikan dan dilestarikan sehingga tetap menjadi negara pertanian yang selalu diperhitungkan.
Masalah pertanian di Indonesia kini menjadi ancaman bagi para petani disebabkan pengalihan lahan (alih fungsi lahan), penambahan jumlah penduduk, pembangunan fisik pemerintah daerah, pembangunan industri serta perumahan yang berakibat lahan pertanian utamanya lahan sawah semakin menyempit dan praktik pertanian tidak ramah lingkungan. Sehingga kini Indonesia sedang bergerak menuju praktik pertanian yang menguntungkan dan ramah lingkungan meskipun dalam skala kecil.
Dengan adanya alih fungsi lahan dan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia sehingga kebutuhan akan pangan dalam negeri utamanya beras menjadi berpengaruh terhadap ketahanan negara. Hal ini disebabkan karena beras merupakan makanan pokok Indonesia.
Supaya ketahanan pangan dapat tercapai, pemerintah menyusun program - program untuk pemantapan ketahanan pangan dalam negeri. Maka Program Kabinet Kerja Indonesia adalah pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada dan surplus pada tahun 2015 - 2017. Atas dasar itu, usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian yang didalamnya meliputi Program Upaya Khusus. Program Upaya Khusus (UPSUS) adalah peningkatan produksi padi.
Optimasi lahan (OPLAH) merupakan upaya khusus mengantisipasi kekurangan lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan pengembangan Optimasi Lahan sawah dimaksudkan untuk menigkatkan IP (indeks pertanaman) dan produktivitas padi sawah.
Secara kolektif, pelaku penerima bantuan sosial (BANSOS) kegiatan optimasi lahan sawah, petani/kelompoktani dianjurkan untuk menerapkan teknologi anjuran. Pernyataan termaksud jika disimak dengan baik, bersifat positif artinya. Karena merupakan upaya khusus untuk  petani mau dan mampu menerima inovasi dan menerapkan teknologi yang efektif, efesien serta meningkatkan pendapatan petani.
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, merupakan sala satu kecamatan yang memiliki potensi lahan sawah dan memiliki petani yang berkemampuan dalam penggunaan teknologi. Beberapa teknologi yang digunakan sebagai sarana peningkatan produksi padi yang sudah diaplikasikan seperti menanam padi dengan sistem tegel dan jajar legowo. Namun dalam aplikasinya, sistem tegel sangat dominan diterapkan dibandingkan dengan sistem jajar legowo.
Hasil telaahan Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Singosari, dalam Matriks Rencana Penyuluhan Pertanian Tahun 2016, di Tahun 2015 terdapat 95 % petani belum mau menerapkan teknologi jajar legowo. Sehingga sebagai target ditahun 2016,  penyuluhan pertanian  akan diarahkan untuk merubah sikap petani untuk menerapkan teknologi jajar legowo yang dalam persentasi yaitu 5 %.  Diantara 17 desa/kelurahan yang 95 % belum menerapkan teknologi jajar legowo salah satunya yaitu Desa Tunjungtirto.
Proses wawancara untuk menggali data primer terkait dengan penggalian potensi dan masalah terhadap sistem jajar legowo, bahwa alasan petani tidak mau menerapkan teknologi jajar legowo yaitu tingkat kerumitan, tenaga kerja, biaya dan waktu. Variabel kerumitan, tenaga kerja, biaya dan waktu berkaitan erat hari orang kerja (HOK) pada proses penanaman bibit padi disawah.
Cara tanam padi sistem jajar legowo dikatakan rumit yaitu menggunakan tali sebagai pelurus untuk merapihkan larikan padi, sehingga waktu secara efesien tidak sesuai dan biaya hari orang kerja (HOK) pun bertamba. Tetapi menanam padi dengan cara tegel biaya hari orang kerja (HOK) standar dan waktu tanam bibit padi cepat. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka yang membuat petani pada Desa Tunjung Tirto sebagian petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo adalah pada proses tanam bibit padi yaitu pada variabel kerumitan dan tenaga kerja.
Sebagai bagian integral/terpadu (mengenai keseluruhan) dalam membina profesionalisme pelaku utama pertanian secara produktif, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apa yang mempengaruhi perilaku petani dalam menerapkankan jajar legowo. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui masalah-masalah dan pemecahan masalah yang ada sebagai bahan analisis untuk perbaikan perilaku petani dari sistem usaha tani tegel menjadi sistem usaha tani jajar legowo.
Penelitian dapat dilaksanakan dengan baik sesuai prinsip ilmiah, maka perlu disusun pedoman penelitian sesuai kriteria ilmiah. Dari uraian latar belakang tersebut, sehingga peneliti akan meneliti tentang : SIKAP PETANI TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI JAJAR LEGOWO PADA DESA TUNJUNG TIRTO, KECAMATAN SINGOSARI, KABUPATEN MALANG.
1.2      Rumusan Masalah
Berdasakan pada latar belakang tersebut, bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar legowo di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, maka dirumuskan seperti berikut.
1.2.1  Bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjung Tirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.2  Faktor – faktor apa yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.3  Bagaimana rancangan penyuluhan pertanian terhadap petani untuk menerapkan teknogi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.3    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian adalah :
1.3.1  Untuk mengetahui sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.3.2  Untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.3.3  Untuk membuat rancangan penyuluhan pertanian tentang teknologi jajar legowo terhadap petani di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang

 1.4    Kegunaan
Penelitian ini dengan harapan memberikan sumbangan baik secara teori maupun praktis kepada :
1.4.1  Petani. Untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perubahan sikap.
1.4.2  Peneliti. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan bagi para peneliti lanjutan terhadap penerapan tenologi jajar legowo.
1.4.3  Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang, agar penelitian ini dijadikan sebagai bahan informasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam penyuluhan kepada petani untuk menerapkan teknologi jajar legowo.
1.4.4  Pemerintah/Pemerintah Daerah. Untuk mewujudkan swasembada beras, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial sehingga oleh petani tidak terlihat otoriter. Tetapi dalam penyuluhan meyakinkan petani bahwa dengan menerapkan teknologi jajar legowo menguntungkan. Karena dengan pengaturan jarak tanam akan meningkatkan populasi tanaman padi dan produksi padi pun tinggi dibandingkan dengan cara tanam lainya seperti sistem tegel produksinya rendah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1      Landasan Teori
2.1.1 Program Pemerintah
Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Pencapaian swasembada di tahun 1984 disebabkan karena penggunaan pupuk an organik sebagai sarana produksi. Namun penggunaan an-oragnik menimbulkan degradasi tanah yang sulit teratasi. Secara alami, terjadi kerusakan tanah memberikan dampak terhadap produksi. Hal ini disebabkan karena tanah adalah unsur utama peningkatan produksi dan sebagai media tumbuh tanaman. Sehingga secara tidak lansung memberikan dampak terhadap penurunan produksi dan produktivitas pertanian.
Kondisi tersebut pun secara tidak lansung memberikan dampak yang berakibatkan penyediaan beras bersumber dari produksi dalam negeri tidak dapat dipenuhi. Sehingga impor menjadi alternatif untuk mengurangi resistensi social dan politik. Istilah resistensi adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan dan menentang.
Supaya terjadi surplus pangan dalam negeri, pemerintah menyusun program untuk pemantapan ketahanan pangan dalam negeri. Program Kabinet Kerja Indonesia adalah pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada dan surplus di tahun 2015 - 2017.
2.1.2 Program Upaya Khusus (UPSUS)
Program upaya khusus yang disingkat UPSUS adalah kecukupan produksi komoditas strategis yaitu padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai dan bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus adalah untuk dapat mempertahankan swasembada dan memantapkan kondisi ketahanan pangan yang berdaulat.
Untuk itu, usaha meningkatkan produksi dengan menerapkan berbagai teknologi telah dilakukan dengan berbagai cara seperti memberikan bimbingan kepada petani mengenai panca usaha, intensifikasi khusus dan lain sebagainya. Semua itu bermaksud meningkatkan produksi guna mengimbangi laju permintaan pangan (AAK, 1990 dalam Ekasari, Septi Lovia, 2016).
2.1.3 Kegiatan Upaya Khusus
Kegiatan upaya khusus yang dimaksudkan disini adalah optimasi Lahan Sawah atau disingkat OPLAH. Optimasi Lahan adalah upaya peningkatan Indeks Pertanaman dan produktivitas padi, jagung dan/atau kedelai pada lahan sawah  dan  non  sawah  melalui  penyediaan  prasarandan sarana pertanian. Sedangkan definisi sawah adalah lahan usaha tani yang secara fisik permukaan tanahny rata dibatasi   oleh   pematang sehingg dapat ditanami padi dengan sistem genangan/tadah hujan atau pengairan berselang. Indeks Pertanaman yang selanjutnya disingkat IP adalah frekuensi penanaman pada sebidang lahan pertanian untuk memproduksi  padi,  jagung  dan/atau  kedelai  dalam  kurun waktu satu tahun.
2.1.4 Produksi dan Produktifitas
Pengertian Produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan/menghasilkan atau menambah nilai guna terhadap suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan oleh orang atau badan (produsen).
Faktor produksi adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan produksi terhadap suatu barang dan jasa. Faktor-faktor produksi terdiri dari alam (natural resources), tenaga kerja (labor), modal (capital), dan keahlian (skill) atau sumber daya pengusaha (enterpreneurship).
Faktor-faktor produksi alam dan tenaga kerja adalah faktor produksi utama (asli), sedangkan modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi turunan.
       a.      Faktor Produksi Alam, adalah semua kekayaan yang ada di alam semesta digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi alam disebut faktor produksi utama atau asli. Faktor produksi alam terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari, dan barang tambang.
       b.      Faktor Produksi Tenaga Kerja, adalah faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja sebagai faktor produksi asli. Walaupun kini banyak kegiatan proses produksi diperankan oleh mesin, namun keberadaan manusia wajib diperlukan.
       c.      Faktor Produksi Modal, adalah faktor penunjang yang mempercepat dan menambah kemampuan dalam memproduksi. Faktor produksi dapat terdiri dari mesin-mesin, sarana pengangkutan, bangunan, dan alat pengangkutan.
       d.      Faktor Produksi Keahlian, adalah keahlian atau keterampilan individu mengkoordinasikan dan mengelola faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Berdasarkan caranya, padi dikategori sebagai Proses Produksi Panjang (PPP) yaitu proses produksi yang memakan waktu lama mulai dari proses produksi menanam padi sampai menjadi beras. Pelaksanaan intensifikasi padi sawah difokuskan pada upaya penanganan masalah pengelolaan tanah, penggunaan benih bermutu, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan dan kegiatan selama pasca panen.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, telah diperkenalkan berbagai teknologi tanam budidaya padi, seperti budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT) dan sistem tanam jajar legowo (Jarwo).
Sasaran produksi padi tahun 2016 sejumlah 76,23 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) atau meningkat 3,79% dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya sebesar 73,44 ton GKG GKG (Gabah Kering Giling). Sasaran sejumlah tersebut diperoleh dari sasaran luas tanam 15,02 juta ha, sasaran luas panen 14,27 juta Ha dan sasaran produktivitas 53,40 Ku/Ha. Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2015 (ARAM II), sasaran produksi tahun 2016 meningkat 1,65%, sasaran luas panen meningkat 0,63%, produktivitas meningkat 0,96 % (Petunjuk Teknis  Teknologi Tanam Jajar Legowo, 2016).
2.1.5 Teknologi Jajar Legowo
Thompson 1992 dalam Setiana (2005) mendefinisikan teknologi sebagai suatu pola tindakan instrumental yang ditujukan untuk mengurangi aspek ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat yang dirancang untuk mencapai suatu hasil tertentu. Ketidakpastian ini berkaitan dengan adanya beberapa alternatif yang mungkin timbul dalam hal hasil yang dapat diperoleh.
Feibleman 1983 dalam Andin (1996) menyatakan bahwa teknologi memiliki suatu ideal tersendiri. Ideal itu berkaitan dengan kesesuaiannya dengan tujuan dan nilai ekonomi adanya teknologi tersebut, efisiensi menjadi kriteria utama penciptaan teknologi.
Selanjutnya Feibleman dalam pernyataan bahwa mengingat perancang atau pemikir teknologi dibatasi dengan sumberdaya yang tersedia, maka ia terkendala dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dalam hal ini adalah lingkungan yang masih berada dalam jangkauan masyarakat, dengan pengetahuan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan (Fofa Arofi, 2009).
Dewasa ini telah diperkenalkan berbagai teknologi tanam budidaya padi, antara lain budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT) maupun sistem tanam jajar legowo (Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo  Tahun, 2016).
Penggunaan teknologi jajar legowo saat ini difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas padi sawah (intensifikasi). Selain pada lahan sawah, hal termaksud juga dirancang untuk kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Sehingga pelaksanaannya diharapkan kelompoktani/petani menerapkan Teknologi Tanam Jajar Legowo.
Peningkatan produktivitas yang dimaksudkan disini adalah peningkatan produktivitas padi yaitu upaya khusus yang dilakukan untuk meningkatkan hasil usaha tani padi dengan cara mengoptimalkan lahan sawah yang sudah tersedia (intensifikasi). Upaya khusus peningkatan produksi dan produktivitas padi pada proses menanam padi dianjurkan untuk menggunakan teknologi jajar legowo.
Petunjuk Teknis  Teknologi Tanam Jajar Legowo  (2016), upaya peningkatan produksi padi akan diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui penerapan teknologi tanam jajar legowo. Untuk itu, seluruh kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar legowo, sementara untuk kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) diharapkan dapat menerapkan teknologi tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
Istilah legowo diambil dari bahasa jawa yaitu “lego” yang berarti luas dan “dowo” yang berarti panjang. Legowo juga diartikan sebagai cara tanam padi yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Sedangkan sistem tanam jajar legowo padi adalah pola bertanam padi yang berselang - seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman dan satu baris kosong.
Berkaitan dengan konteks tersebut penerapan teknologi jajar legowo adalah selain peningkatan produksi dan prouduktifitas juga ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran petani (masyarakat), meningkatkan keuntungan petani, meningkatkan lapangan usaha padi, menjaga kesinambungan usaha padi. Uraian tersebut indentik dengan tujuan dalam Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi, (2016) yaitu meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya sumber daya manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial untuk merubah perilaku petani. Yang dimaksudkan dengan perilaku petani yaitu pengetahuan keterampilan dan sikap atau disingkat PKS.
Salah tujuan dalam Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016 adalah meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga pelaksanaan penerapan teknologi tanam jajar legowo di lokasi kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) maupun di lokasi kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dapat berjalan lebih cepat, produktif dan keberlanjutan.
2.1.5 Sikap Petani
Istilah sikap (attitude) dalam buku Saifuddin Azwar, (1995) yang berjududul Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya pertama oleh Herbert Spencer pada tahun 1862. Menurut Herbert Spencer sikap adalah status mental seseorang. Sedangkan menurut Lange, (1888) dalam Saifuddin Azwar (1995:4), istilah sikap menambahkan aspek respons fisik. Artinya sikap tidak hanya aspek mental (bersangkutan dengan batin dan watak manusia) saja tetapi juga mencakup aspek respons fisik. Contoh : Seorang petani fisiknya sangat lelah, tetapi semangatnya tetap membara.
Sikap dalam konteks tersebut hasil tealahan di internet, kamus marketing mendefinisikan sikap sebagai kondisi mental akal budi tertentu yang mencerminkan suatu pandangan pribadi yang negatif atau positif terhadap suatu obyek dan keadan acuh tak acuh yang menunjukan titik tengah (mid point) diantara dua titik ataupun dua pokok yang saling berlawanan (Nurfauziah, 2010. http: // repository. Uinjkt.ac.id / dspace / bitstream / 123456789/3545/1/ NURFAUZIAH - FEB. pdf. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016).
istilah sikap oleh Lange tersebut menggunakan dalam bidang eksperimen (percobaan) mengenai respons untuk menggambarkan kesiapan subyek dalam stimulus (ransangan) yang datang tiba-tiba. Sedangkan kesiapan dalam diri individu itu disebutkannya sebagai aufgabe atau task attitude.
Menurut Herbert Spencer sejak tahun 1862 dan kemudian oleh Lange tahun 1888 hingga saat ini, sikap selalu menjadi konsep yang dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu sosial tentang pandangan sikap individu sebagai anggota masyarakat, kelompok sebagai kumpulan individu-individu dari suatu masyarakat  terhadap suatu obyek makhluk hidup/benda.
Respons berhubungan erat dengan komponen sikap, sehingga respons dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis diantaranya :
a.    Respons kognitif adalah respons perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini
b.    Respons afektif adalah respons syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi
c.    Respons konatif adalah respons tindakan dan pernyataan mengenai perilaku
Ketiga respons tersebut diuraikan bahwa dengan melihat salah satu dari ketiga bentuk respons tersebut, maka sikap seseorang sudah dapat diketahui. Namun karena ketiganya memiliki hubungan, sehingga sikap individu harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respons termaksud.
Menurut Man (1969) dalam Saifuddin Azwar (1995 edisi ke II : 24-27) menjelaskan bahwa :
a.      Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya, komponen kognitif diidentikan dengan pandangan (opini) utamanya pada isyu atau problema yang kontrafersi.
b.      Afekti merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
c.      Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Lebih lanjut untuk ke tiga komponen dasar yang mendukung sikap seseorang dapat diuraikan yaitu :
a.    Kognitif ialah kepercayaan seseorang terhadap suatu obyek atau kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau benar bagi obyek sikap. Kita contohkan isyu mengenai teknologi jajar legowo sebagai obyek sikap bahwa apa saja yang di dipercayai mengenai jajar legowo ini. Sehingga apa yang dipercayai seseorang disebut stereotipe yaitu sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok sosial dimana cara pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota tersebut. Atau semisalnya petani/kelompoktani memperoleh informasi tetang teknologi jajar legowo biasanya dari pihak kedua kemudian cenderung untuk menyesuaikan informasi tersebut (sesuai dengan pikiran kita) tanpa melakukan observasi lebih mendalam sehingga cara pandang sempit terhadap teknologi jajar legowo akibatnya terlepas dari maksud dan tujuan teknologi jajar legowo dan sebagai teknologi anjuran.
b.    Apektif yaitu masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek. Atau Perasaan seseorang mengenai suka tidak suka terhadap suatu obyek. Contoh orang mempunyai perasaan negatif terhadap misalnya saja teknologi jajar legowo bahwa seseorang tidak menyukai teknologi jajar legowo, karena muncul perasaan kekuatiran akan akibat proses menanam padi, biaya tanam akan meningkat. Dilain sisi, ketidaksukaan orang yang menanam benih padi (tenaga kerja) dalam bentuk rasa tidak suka terhadap teknologi jajar legowo pada saat tanam padi menggunakan tali sebagai pelurus, sehingga dari segi waktu menjadi lama.
c.    Perilaku (konatif) yaitu kecenderungan perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek yang dihadapinya.
Katz (Azwar, 2005:53-55) menyebutkan empat macam fungsi Sikap bagi manusia, yaitu :
a.      Fungsi instrumenal, fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat. Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan Sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk Sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk Sikap negative terhadap hal-hal yang menurut perasaannya akan merugikan dirinya.
b.      Fungsi pertahanan ego. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
c.      Fungsi pernyataan nilai. Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.
d.      Fungsi pengetahuan yaitu manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
e.      Sumber : (Pendidikan Kewarganegaraan, 2015. Http: //ainamulyana. blogspot.co.id/2015/03/ pengertian-sikap).
Sedangkan fungsi sikap menurut ahmadi (2007:165-167) adalah sebagai berikut :
       a.      Sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
       b.      Sebagai alat pengatur tingkah laku.
       c.      Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman dan
       d.      Sebagai pernyataan kepribadian.
Menurut Gerungan (1991:151-152) ciri-ciri sikap atau attitude adalah :
a.      Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
b.      Attitude itu dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang; atau sebaliknya, attitude-attitude itu dapat dipelajari, karena attitude-attitude itu dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
c.      Attitude itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.
d.      Objek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan dengan satu objek saja, tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.
e.      Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Menurut Shalahuddin (1990) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu :
a.      Sikap sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang diperoleh melalui pengalaman yang mempunyai unsur-unsur emosional.
b.      Sikap mempunyai dua unsur yang bersifat perseptual dan afektif. Artinya bahwa sikap itu bukan saja yang diamati oleh seorang melainkan juga bagaimana ia mengamatinya.
c.      Sikap mempengaruhi obyek lainnya, yang artinya bahwa apabila seorang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek maka seorang tersebut akan senang pada obyek yang diberikan oleh informator yang bersangkutan. Situasi ini akan memberi jalan kepada setiap orang ke arah pengalaman belajar yang sukses dan akan menyebabkan ia belajar lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.
Sikap dan perilaku mempunyai hubungan yang dipandang oleh ilmu psikologi sebagai reaksi yang bersifat sederhana dan kompleks. Bersifat khusus pada manusia dan secara umum spesies hewan yang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif yang didasari oleh kodrat untuk hidup.
Menurut Azwar, (1995) bahwa salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Menurutnya maksud dari pernyataan tersebut yaitu satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa stimulus (ransangan) yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respons yang sama. Arti istilah diferensial yaitu bersangkutan dengan, menunjukkan, atau menghasilkan perbedaan seperti gembira-sedih, keras-lembut, cepat-lambat.
Berkaitan dengan diferensial, karakteristik individu dapat disebutkan seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling mempengaruhi. Teori tindakan mempunyai alasan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan yang dibatasi pada tiga hal yaitu : 1) perilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; 2) selain sikap, perilaku dipengaruhi juga oleh norma-norma subyektif yaitu keyakinan individu-individu terhadap apa yang orang lain inginkan untuk individu-individu melakukan; dan 3) sikap terhadap suatu perilaku atau bersama norma-norma subyektif membentuk suatu niat untuk berperilaku tertentu. Dalam Saifuddin Azwar (1995:9-12), digambarkan pada gambar 1.

Description: D:\My Dokument\Downloads\KARYA ILMIAH PENUGASAN AKHIR_files\gambar.jpg

 
 

Tampak pada gambar 1 bahwa niat merupakan fungsi sikap terhadap perilaku dan norma-norma subyektif. Artinya sikap individu terhadap perilaku adalah merupakan aspek personal dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk seseorang berperilaku atau tidak berperilaku terhadap norma subyektif. Hal ini dapat disederhanakan lagi oleh teori tindakan beralasan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang  suatu perbuatan itu positif dan dikuatkan oleh orang lain yang ingin agar seseorang itu melakukannya.
Uraian tersebut implikasinya pada keyakinan seseorang memberikan alasan untuk menerima atau tidak menerima suatu perbuatan. Sebab keyakinan seseorang bersumber dari pengalaman yang bersamaan perilaku dimasa lalu. Hal itu bisa atau tidaknya menerima, dipengaruhi juga oleh informasi tidak lansung seperti melihat teman atau orang lain yang pernah melakukannya dan dapat juga dipengaruhi oleh faktor yang terkesan kesulitan atau kemudahan untuk melakukan sesuatu perbuatan. 
2.2      Landasan Empiris
2.1.1 Kondisi Umum Indonesia
Indonesia disebut sebagai negara agragris, negara matahari dan negara kaya akan air. Disebut negara agraris karena sektor pertanian, disebut negara matahari karena berkelimpahan sinar matahari disebabkan berada pada jalur katulistiwa dan disebut negara kaya air karena berkelimpahan air pada musim hujan selalu banjir. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka di Indonesia memiliki potensi wilayah yang mampu memberikan ketahanan pangan dalam negara. Namun dalam kenyataanya pangan selalu menjadi masalah utama dalam negeri yang mengakibatkan impor pangan.
Jika menyimak arti potensi ini : kemampuan, kekuatan, kesanggupan dan daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Maka sebagai negara yang memiliki potensi yang telah disebutkan diatas, Negara Indonesia mempunyai peluang untuk menekan inpor dan memenuhi surplus pangan dalam negara. Karena unsur dalam negara terdapat bangsa-bangsa yang terkandung didalamnya potensi wilayah adalah lingkungan negara yang terdiri dari provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.
Potensi tersebut mempunyai kekuatan untuk diberdayakan secara intensif serta digerakan melalui satu gerakan yang terkoordinasi. Sehingga membicarakan ketercapaian swasembada beras, jagung, kedelai dan daging bisa tercapai. Hasil telahaan referensi yang relefan bahwa yang memberikan pengaruh secara lansung maupun tidak lansung terhadap perilaku (sikap) semua pihak yang terlibat yaitu politik, ekonomi dan sosial. Sehingga akan menimbulkan pemahaman secara positif atau negatif atau setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek.
Menurut Wahap dalam Setyadi (2005) mengutip pendapat para pakar yang menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak negative maupun positif.
`2.2.2 Program dan Kegiatan
Pemerintah pengambil kebijakan sebagai penguasa untuk menguasai Masyarakat Indonesia. Hal ini artinya bahwa kebijakan program kegiatan yang ditempuh adalah faktor umum. Karena dengan faktor umum akan lebih sesuai dengan kaidah – kaidah yang diciptakan dalam sistem pergaulan pada suatu masyarakat yang termasuk didalamnya petani.
Berkaitan pada uraian tersebut, pemerintah merencanakan serta mengimplementasikan program yang disebut dengan Upaya Khusus (UPSUS). Program upaya khusus (UPSUS) adalah kecukupan produksi komoditas strategis yaitu padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai dan bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus adalah untuk dapat mempertahankan swasembada dan memantapkan kondisi ketahanan pangan yang mempunyai kekuasaaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah (“berdaulat”).
Oleh sebab itu, supaya program upaya khusus (UPSUS) harus diimplementasikan/dilaksanakan dan mempunyai dampak ketercapaian tujuan yang diinginkan. Maka dirumuskan tujuan yang dinginkan dari program upaya khusus adalah pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai, sehingga implementasinya penyuluh, mahasiswa dan bintara pembina desa (babinsa) menjadi unsur penting dalam menggerakkan para pelaku utama untuk mau dan mampu secara produktif serta intesif dalam mengelola program/kegiatan.
Potensi tersebut yang menjadi kekuatan untuk diberdayakan serta digerakan dalam satu gerakan yang terkoordinasi. Namun dalam pelaksanaannya gerakan yang disebut dengan sinerginitas Penyuluh, Babinsa dan mahasiswa “tidak” dalam satu gerakan yang terkoordinasi.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan potensi tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial sehingga bertanggungjawab dalam melaksanakan program/kegiatan dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran.
Kegiatan Optimasi Lahan (OPLAH) adalah pilihan yang dapat dilaksanakan. Kegiatan optimasi lahan (OPLAH) merupakan salah satu langkah strategis dalam mengantisipasi kekurangan lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan Indek Pertanaman (IP) dan produktifitas melalui penyediaan sarana produksi.
2.2.3 Teknologi Anjuran
Menurut Riduwan , 2009, dalam Bukunya yang berjudul Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian menguraikan bahwa dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah bangsa akan memiliki daya saing tinggi ditenga-tenga bangsa lain. Hal ini implikasinya adalah membangun sumber daya manusia (utamanya petani) pertanian yang berkualitas dan handal.
Sebagai upaya memotivasi petani/kelompoktani, maka pemerintah melalui pemerintah daerah memberikan batuan sosial kepada kelompoktani untuk berusaha tani lebih baik. Pemberian bantuan sosial berupa penyedian sarana produksi seperti pupuk dan pengolahan tanah. Sedangkan dalam proses menanam padi, petani/kelompoktani penerima bantuan sosial optimasi lahan sawah menerapkan teknologi anjuran.
Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016 berisi kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) bersama stakeholders dalam melaksanakan kegiatan peningkatan produksi padi secara sinergis dan berkesinambungan baik pada lokasi kegiatan peningkatan provitas (intensifikasi) maupun perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dengan tetap mengadopsi teknologi tanam jajar legowo, sehingga target produksi yang telah ditetapkan dapat tercapai seiring dengan upaya mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan.
Hal itu dimaksudkan karena penerapan sistem tanam jajar legowo untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal, juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Sedangkan menurut para peneliti dan petani yang sudah menerapkan, jajar legowo meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam.
Menariknya dari anjuran pemerintah, hasil pengkajian dan penelitian yang menghasilkan rekomendasi untuk diterapkan cara tanam padi sistem jajar legowo oleh petani, namun masi ada petani yang tidak merespons teknologi tersebut. Tetapi petani lebih dominan mengandalkan teknologi tegel yang masih tradisonal. Kondisi tersebut membuat pemerintah dan atau peneliti selalu dan selalu berdampak pada munculnya peluang - peluang baru untuk mengubah perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) petani.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, maka pada tahun 2016 upaya peningkatan produksi padi akan diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui penerapan teknologi tanam jajar legowo (Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Untuk itu, seluruh kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar legowo, sementara untuk kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) diharapkan dapat menerapkan teknologi tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk mendukung penerapan teknologi tanam jajar legowo maka akan difasilitasi bantuan benih dan alat tanam antara lain caplak kepada petani/kelompok tani/gapoktan pelaksana kegiatan (Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Pengaruh sikap petani terhadap inovasi adalah merupakan sebab yang berasal dari masyarakat dan petani sendiri. Terhadap teknologi jajar legowo dianggap penemuan baru (inovasi) yang berkembang di masyarakat yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama seperti Teknologi tegel dan jajar legowo. Hanya saja jajar legowo dianggap efektif, efesien dan menguntungkan sehingga direkomendasikan untuk diaplikasikan.
a.    Keunggulan dan Kelemahan Jajar legowo
Keunggulan teknologi jajar legowo sudah teruji melalui penelitian dan pengkajian, dan kemudian digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada petani untuk menerapkan cara tersebut. Karena dengan pengaturan jarak tanam dapat meningkatkan populasi tanaman padi, produksi padi pun tinggi dibandingkan dengan cara tanam lainya seperti sistem tegel produksinya rendah.
Terdapat ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Sembiring (2001), dalam Sarlan Abdulrachman, dkk (2013), sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen PTT pada padi sawah yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam lainnya memiliki keuntungan sebagai berikut :
1.      Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus.
2.      Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan populasi.
3.      Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan bebek).
4.      Meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.
Keuntungan cara tanam jajar legowo yang tersebutkan, dapat juga disebutkan seperti berikut :
1.      Rumpun tanaman yang berada pada bagian pinggir lebih banyak.
2.      Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong mas atau untuk mina padi.
3.      Pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah.
4.      Pada tahap awal areal pertanaman lebih terang sehingga kurang disenangi tikus
5.      Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
6.      Referensi : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Teknologi Budidaya Padi (2008).
Selain peningkatan produksi, cara tanam jajar legowo pada barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah (Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi, 2016).
Pada sistem jajar legowo dua baris semua rumpun padi berada di barisan pinggir dari pertanaman. Akibatnya semua rumpun padi tersebut memperoleh manfaat dari pengaruh pinggir (border effect). Hasil telahaan data sekunder, pada rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat lebih tinggi dari produksi pada yang berada di bagian dalam. Disamping itu sistem Legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan atau minapadi legowo (Permana, 1995).
Sebutan jajar legowo pada awal menggunakan dua cara tanam yaitu 2 : 1 dan 4 : 1. Namun dengan adanya pengkajian dan penelitian yang berkembang, maka muncul beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum telah disebutkan berikut : tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh petani yang menerapkannya cara tersebutkan.
Tipe sistem tanam jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo (4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2:1) dapat diterapkan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas benih (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010).
Penelitian terdahulu Ayudya Melasari, Tavi Supriana dan Rahmanta Ginting, dengan judul penelitian Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo memberikan informasi bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas petani sebesar 6.485,17 Kg/Ha dengan pendapatan sebesar Rp. 11.627.931,11 dengan asumsi tidak menyebutkan tipe tanam 2 : 1 atau sejenisnya.
Menurut penelitian Asda Rauf, Amelia Murtisari dan Angki Rahman dengan judul penelitian Analisis Pendapatan usahatani Padi Sawah Pada Sistem Tanam Legowo di Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo bahwa berdasarkan hasil perhitungan keuntungan yang diterima oleh petani pada usahatani padi sawah yang menerapkan sistem tanam legowo di Kecamatan Dungaliyo pada sistem tanam legowo 4:1 petani dengan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 23.835.552/petani dengan rata-rata per hektar Rp. 21.668.684 dan pada sistem tanam legowo 2:1 memperoleh keuntungan sebesar Rp. 21.703.201/petani dengan rata-rata per hektar Rp. 21.703.201, dengan jumlah produksi 6-7 Ton/Ha. Jika dibandingkan dengan pendapatan petani yang menggunakan sistem tanam tegel di Kecamatan Dungaliyo hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp.13.935.000/Ha. Dengan jumlah produksi 4 Ton/Ha. Dengan demikian hipotesis satu terbukti, dimana sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1 memberikan keuntungan lebih tinggi.
Pada prinsipnya sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31% dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha. Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman sisipan (Sarlan Abdulrachman, Made Jana Mejaya, Nurwulan Agustiani, Indra Gunawan, Priatna Sasmita, Agus Guswara, (2013).
Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi tanaman mencapai 256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel (25x25)cm (Sarlan Abdulrachman, dkk, 2013).
Kelemahan teknologi jajar legowo dalam penelitian terdahulu yaitu Persepsi petani terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 antara lain pertama, apabila topografi lahan petani yang dimiliki bentuknya tidak beraturan dapat menyulitkan petani dalam proses pembuatan jarak tanam sesuai Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1. Kedua, proses pembuatan jarak tanam sesuai Sistem Jajar Legowo 2:1 memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga pengedok menolak untuk menerapkan Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 tersebut. Ketiga, serangan hama padi lebih banyak daripada tanaman lainnya, sehingga petani memerlukan pertimbangan kembali dalam mengadopsi Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 tersebut.
b.    Kelemahan Teknologi Tegel
Selain jajar legowo, sistem tanam tegel (20  x  20 cm,  22  x  22 cm,  25 x  25 cm) juga merupakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Hal tersebut jika disimak dengan cermat, berarti sebelum munculnya sistim tanam jajar legowo, yang digunakan dalam pendekatan PTT oleh petani adalah sistim tanam tegel. Sehingga teknologi jajar tegel sudah menjadi kebiasaan dalam usaha tani padi.
Berdasarkan pada pengalaman petani, sesuai hasil idetifikasi bahwa kelemahan teknologi tegel yaitu pada tahapan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma dan akan terasa sulit pada saat umur padi 60 hari sampai 70 hari setelah tanam yang dimana pada tahapan keluar malai padi.
c. Kelemahan Legowo dan Tegel
1.    Kebutuhan benih meningkat
Teknologi tanam padi dengan sistem legowo jumlah benih yang diperlukan lebih banyak dari sistem tegel.  Kebutuhan benih sistem tegel dengan jarak tanam 25 x 25cm adalah 25 kg/ha (kebiasaan petani).  Sedangkan kebutuhan benih pada sistem legowo dengan jarak legowo 50, 60, 70 dan 75 cm dan jarak tanam dalam barisan tanaman 25 x 12,5 cm, berturut-turut adalah 30, 25 kg, 31,25 kg, 26,30 kg dan 25 kg/ha.
      2.    Upah tanam meningkat
Dengan meningkatnya jumlah populasi tanaman persatuan luas, maka upah tanam dengan sistem legowo juga meningkat.  Kalau dengan sistem tegel upah tanam hanya 18 HOK (wanita) sedangkan pada sistem legowo meningkat menjadi 25  HOK  (wanita). Apabila upah tanam diperhitungkan sebesar Rp.8.000,00 maka terdapat selisih sebesar Rp.56.000,00.
2.3.     Penyuluhan Pertanian
Sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan (UU SP3K, 2006).
Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan men gorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup(UU SP3K, 2006).
Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Rekomendasi adalah pemberian persetujuan terhadap teknologi yang akan digunakan sebagai materi penyuluhan.
Selain dilakukan pengkajian teknologi, alternative lain yang dibutuhkan untuk merngubah sikap petani adalah kegiatan penyuluhan pertanian yang memotivasi petani dengan penuh keyakinan bahwa, teknologi jajar legowo sangat cocok untuk diterapkan.
Menurut Slamet, (2003) bahwa, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, di antaranya telah dicanangkannya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP), yaitu suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan.
Sesuai pendapat tersebut, maka dibutuhkan partisipasi aktif petani dan penyuluh merupakan kunci utama keberhasilan penerapan inovasi teknologi jajar legowo melalui pendekatan PTT. Yang dimaksudkan dengan partisipatif adalah petani berperan aktif dalam pemilihan dan pengujian teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, serta meningkatkan kemampuan melalui proses pembelajaran di Laboratorium Lapangan (Zulkifli Zaini dkk, 2010).
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani.         
Pada prinsipnya, penerapan PTT adalah : Petani berperan aktif dalam pemilihan dan pengujian teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, serta meningkatkan kemampuan melalui proses pembelajaran di Laboratorium Lapangan (Partisipatif); Memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik, sosial-budaya, dan ekonomi petani setempat (spesifik lokasi); Sumber daya tanaman, tanah, dan air dikelola dengan baik secara terpadu (terpadu); Pemanfaatan teknologi terbaik, memperhatikan keterkaitan antar komponen teknologi yang saling mendukung (sinergis atau serasi); dan Penerapan teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan IPTEK serta kondisi social-ekonomi setempat (dinamis).
Evaluasi harus memiliki tujuan yang jelas, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan penyuluhan. Ada tiga elemen penting dalam evaluasi yaitu (1) kriteria/pembanding yaitu merupakan ciri ideal dari situasi yang diinginkan yang dapat dirumuskan melalui tujuan operasional, (2) bukti /kejadian adalah kenyataan yang ada yang diperoleh dari hasil penelitian, dan (3) penilaian (judgement) yang dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian (Sutjipta, 2009).
2.4 Evaluasi Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Evaluasi penyuluhan pertanian dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan kegiatan/program penyuluhan, dan kinerja penyuluhan, mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan, membandingkan antara kegiatan yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi penyuluhan pertanian adalah kegiatan untuk menilai suatu programa penyuluhan pertanian. Evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan dengan proses pengumpulan data, penentuan ukuran, penilaian serta perumusan keputusan yang digunakan untuk perbaikan atau penyempurnaan perencanaan berikutnya yang lebih lanjut demi tercapainya tujuan dari program penyuluhan pertanian.
Sedangkan evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/programa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan parameter kinerja Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya (Permentan, 2013).
       2.4.1  Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Penyuluhan Pertanian
Evaluasi yang efektif dapat dinilai dari beberapa kriteria yaitu memiliki tujuan evaluasi yang didefinisikan dengan jelas, pengukuran dilakukan dengan saksama menggunakan alat ukur yang valid dan evaluasi dilakukan seobyektif mungkin yaitu bebas dari penilaian yang bersifat pribadi;
Sesuai telahaan referensi di internet, didalam wikipedia bahasa Indonesia, disebutkan bahwa tujuan evaluasi penyuluhan pertanian adalah :
a.      Untuk menentukan sejauh mana kegiatan penyuluhan pertanian dapat dicapai yang ditandai dengan perubahan perilaku petani yang menjadi sasaran didik dari kegiatan penyuluhan pertanian.
b.      Didapat keterangan-keterangan dari lapangan yang dapat digunakan untuk penyesuaian program penyuluhan pertanian yang sedang berjalan.
c.      Untuk mengukur keefektifan dari metode dan alat bantu yang digunakan dalam melaksanakan penyuluhan pertanian.
d.      Untuk mendapatkan data laporan tentang hal-hal yang terjadi dilapangan.
e.      Untuk memperoleh landasan bagi program penyuluhan pertanian.
f.       Memberikan kepuasan bagi psikologis orang-orang yang terlibat di dalam program penyuluhan pertanian.
Selain itu, beberapa aspek atau cakupan tujuan evaluasi diantaranya :
1.    Tujuan Kegiatan (activity objective)
a.      Mengumpulkan data yang penting untuk perencanaan programa (keadaan umum daerah, sosial, teknis, ekonomis, budaya, masalah, kebutuhan dan minat, sumber daya, faktor-faktor pendukung).
b.      Mengetahui sasaran/tujuanprograma/kegiatan yang telah tercapai.
c.      Mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi sebagai akibat intervensi program/kegiatan penyuluhan
d.      Mengetahui strategi yang paling efektif untuk pencapaian tujuan programa.
e.      Mengidentifikasi “strong dan weak points” dalam perencanaan dan pelaksanaan programa.
f.       Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan.
2.   Tujuan Managerial (managerial objective)
a.      Memberikan data / informasi sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
b.      Memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan program
c.      Berkomunikasi dengan masyarakat dan penyandang dana/stake holder.
d.      Menimbulkan rasa persatuan dan motivasi untuk bekerja lebih baik.
3.   Tujuan Programa  (Programa objective)
Menilai efisiensi, efektifitas, dan manfaat dari programa selain untuk memenuhi beberapa tujuan tersebut di atas, alasan lain mengapa perlu dilakukan evaluasi programa penyuluhan pertanian adalah kemungkinan :
a.      Telah terjadi perubahan struktur dan programa dari lembaga-lembaga terkait
di perubahan kebutuhan, aspirasi, dan harapan dari masyarakat.
2.3.1  Metode Evaluasi
Secara umum metode yang digunakan dalam evaluasi yaitu metode kuantitatif, metode kualitatif, dan metode campuran. Penggunaan metode evaluasi tersebut disesuaikan dengan jenis data yang hendak dijaring, sumber informasi dan waktu yang diperlukan dalam melaksanakan evaluasi.
Metode evaluasi apabila dilihat dari segi manfaatnya adalah sebagai upaya memperbaiki dan penyempurnaan program/kegiatan penyuluhan pertanian sehingga lebih efektif, efisien, terukur dan dapat mengetahui ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Metode yang digunakan  dalam evaluasi adalah kuantitatif. Alasan penggunaan metode kuantitatif adalah waktu dan tenaga untuk menjelaskan aspek sikap. Dampak evaluasi ditentukan dengan pengambilan data dengan membandingkan data awal dan akhir pada responden (anggota kelompoktani). Sehubungan dengan itu, aspek instrumen evaluasi untuk produk keluaran dan sikap dirancang dengan skala  liekrt.  Jawaban responen  (skor)  ditabulasikan  dan  dikategorikan,  sehingga  menghasilkan kategori sangat baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk.
Penggunaan skala likert adalah untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang, tentang inovasi pertanian yang nantinya direkomendasikan. Menurut Sugiyono (2007), skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social. Hal ini akan  di evaluasi dijabarkan menjadi unsur-unsur, komponen-komponen yang dapat diukur dan dijadikan titik tolak untuk menyusun instrumen.
2.5. Kerangka Berpikir
Kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai arah untuk dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Penelitian disini digambarkan dari munculnya fenomena dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu kerapkali mengalami masalah produksi pangan terutama beras. Dalam konteks ini, seperti hal telah dijelaskan pada latar belakang bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan beras sangatlah prima.
Kondisi tersebut melatarbelakangi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mengobtimalisasikan lahan pertanian utamanya lahan sawah walaupun dalam skala kecil untuk menekan inpor yang merupakan kebijakan pemerintah yang selama ini menginpor beras. Alasan pemerintah di era revolusi mental yang sangat mendasar untuk menekan inpor adalah Indonesia dijuluki sebagai negara agragris. Hasil telaahan referensi dijelaskan bahwa Indonesia disebut sebagai negara agragris dikarenakan (1) adanya sektor pertanian dan (2) penduduk di atas usia 15 tahun mengatungkan hidupnya dari sektor pertanian.
Kebijakan upaya khusus (UPSUS) untuk meningkatkan swasembada beras di Indonesia saat ini adalah sala satunya meliputi kebijakan prouksi padi. Untuk mensukseskan program upsus peningkatan produksi padi, maka pemerintah menganjurkan untuk sinergikan program kegiatan dari pusat sampai ke petani. Melalui bantuan sosial (BANSOS), kegiatan penggunaan teknologi anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produksi padi ialah teknologi jajar legowo. Sebab dengan penggunaan teknologi jajar legowo dapat meningkatkan  produksi padi.
Berkaitan dengan hal tersebut, yang menjadi permasalahan di tingkat petani adalah dalam budidaya padi sawah ada petani yang belum menggunakan teknologi jajar legowo secara intensif. Artinya bahwa petani belum serius merespons dan menerima teknologi jajar legowo. Tetapi tuntutan penggunaan teknologi dalam era globalisasi menuntut petani untuk selalu berubah dan penyesuaian diri sesuai perubahan zaman. Atau dengan kata lain disebut era globalisasi.
Selain tuntutan era ilmu pengetahuan dan teknologi, isu sentral saat ini tentang kebutuhan manusia akan pangan khususnya beras semakin meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk. Sedangkan nilai dan harapan peningkatan produksi padi semakin menurun. Salah satu obyek yang berpengaruh terhadap nilai  dan produksi padi adalah sikap petani  dalam menerapkan teknologi jajar legowo. Oleh sebab itu obyek sikap yang diteliti yaitu setuju dan tidak setuju terhadap obyek penelitian. Sedangkan Penerapan teknologi jajar legowo dilihat dari faktor lahan petani (milik/sewa), keunggulan dan kelemahan teknologi, orang kerja (HOK), biaya dan waktu pada saat tanam benih padi.