DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAAN
............................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
..................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
............................................................................
3
1.3 Tujuan
...............................................................................................
3
1.4 Kegunaan
..........................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
5
2.1 Landasan Teori
.................................................................................
5
2.1.1 Program Pemerintah
............................................................... 5
2.1.2 Program Upaya Khusus
.......................................................... 5
2.2.3 Kegiatan Upaya Khusus
.......................................................... 5
2.1.4 Produksi dan Produktifitas
...................................................... 6
2.1.5 Teknologi Jajar Legowo
.......................................................... 7
2.1.6 Sikap Petani
............................................................................
9
2.2 Landasan Empiris
.............................................................................
14
2.2.1 Kondisi Umum Indonesia
........................................................ 14
2.2.2 Program dan Kegiatan
............................................................ 15
2.2.3 Teknologi Anjuran ...................................................................
16
a. Keunggulan dan Kelemahan
Teknologi Jajar Legowo ....... 17
b. Kelemahan Teknologi Tegel
............................................... 20
c. Kelemahan Legowo dan Tegel
........................................... 21
2.3 Penyuluhan Pertanian
...................................................................... 21
2.4 Evaluasi Kegiatan Penyuluhan
........................................................ 22
2.4.1 Tujuan Pelaksanaan Evaluasi
Penyuluhan ............................ 23
2.4.2 Metode Evaluasi Penyuluhan
................................................. 24
1.5 Kerangka Berpikir
............................................................................ 25
BAB III METODOLOGI ....................................................................................
28
3.1 Lokasi dan Waktu
........................................................................... 28
3.1.1 Kegiatan Identifikasi Masalah
................................................ 28
3.1.2 Kegiatan Penelitian
................................................................ 28
3.2 Metode Kajian
.................................................................................
28
3.2.1 Pendekatan Kajian .................................................................
28
3.3.2 Definisi Operasional
............................................................... 30
3.3.3 Populasi dan sampel
.............................................................. 30
3.3.4 Pengumpulan Data
................................................................ 30
3.3.5 Teknik Analisis
....................................................................... 30
3.3 Rancangan Penyuluhan
................................................................. 31
3.3.1 Penyusunan Rancangan
Penyuluhan ................................... 31
3.3.2 Langkah – Langkah Pelaksanaan
Penyuluhan ..................... 31
3.3.3 Langkah Kerja Kegiatan
Penyuluhan .................................... 32
3.3.4 Evaluasi
.................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
33
LAMPIRAN .......................................................................................................
35
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Halaman
1. Jadwal
Kegiatan .......................................................................................
35
2. Identifikasi
Responden
.............................................................................
36
3. Kuisioner....................................................................................................
37
4. Lembar
Persiapan Menyuluh
................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era perdagangan bebas
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau dengan sebutan lain yaitu pasar bebas ASEAN
Economic Community (AEC) menjadi momentum pertaruhan bagi Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alam utamanya disebut bidang
pertanian. Sejak dulu Indonesia
termasuk negara yang diperhitungkan dan menjadi incaran negara lain karena memiliki potensi produksi pertanian yang juga cukup
besar. Potensi ini perlu diperhatikan dan dilestarikan sehingga tetap menjadi
negara pertanian yang selalu diperhitungkan.
Masalah pertanian di
Indonesia kini menjadi ancaman bagi para petani disebabkan pengalihan lahan
(alih fungsi lahan), penambahan jumlah penduduk, pembangunan fisik pemerintah
daerah, pembangunan industri serta perumahan yang berakibat lahan pertanian utamanya lahan sawah semakin menyempit
dan praktik pertanian tidak ramah lingkungan. Sehingga kini
Indonesia sedang bergerak menuju praktik pertanian yang menguntungkan
dan ramah lingkungan meskipun
dalam skala kecil.
Dengan
adanya alih fungsi lahan dan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia sehingga
kebutuhan akan pangan dalam negeri utamanya beras menjadi berpengaruh terhadap
ketahanan negara. Hal ini disebabkan karena beras merupakan makanan pokok
Indonesia.
Supaya
ketahanan pangan dapat tercapai,
pemerintah menyusun program - program untuk
pemantapan ketahanan pangan dalam negeri. Maka Program Kabinet Kerja Indonesia adalah
pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada dan surplus pada tahun 2015 - 2017. Atas dasar
itu, usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian yang didalamnya meliputi Program
Upaya Khusus. Program Upaya Khusus (UPSUS)
adalah peningkatan produksi padi.
Optimasi lahan (OPLAH) merupakan upaya khusus mengantisipasi kekurangan lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan pengembangan Optimasi Lahan sawah dimaksudkan untuk menigkatkan IP (indeks pertanaman) dan produktivitas padi sawah.
Secara
kolektif, pelaku penerima bantuan sosial
(BANSOS) kegiatan optimasi lahan sawah, petani/kelompoktani dianjurkan untuk menerapkan teknologi
anjuran. Pernyataan termaksud
jika disimak dengan baik, bersifat positif artinya. Karena merupakan upaya
khusus untuk petani mau dan mampu menerima inovasi dan menerapkan
teknologi yang efektif, efesien serta meningkatkan pendapatan petani.
Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang, merupakan sala satu
kecamatan yang memiliki potensi lahan sawah dan memiliki petani yang
berkemampuan dalam penggunaan teknologi. Beberapa
teknologi yang digunakan sebagai sarana peningkatan produksi padi yang sudah
diaplikasikan seperti menanam padi dengan sistem tegel dan jajar
legowo. Namun dalam aplikasinya, sistem tegel sangat dominan
diterapkan dibandingkan dengan sistem jajar legowo.
Hasil telaahan Programa Penyuluhan
Pertanian Kecamatan Singosari, dalam Matriks Rencana Penyuluhan Pertanian Tahun
2016, di Tahun 2015 terdapat 95 % petani belum mau menerapkan teknologi jajar
legowo. Sehingga sebagai target ditahun 2016, penyuluhan pertanian
akan diarahkan untuk merubah sikap petani untuk menerapkan teknologi jajar
legowo yang dalam persentasi yaitu 5 %. Diantara 17 desa/kelurahan yang 95 % belum menerapkan teknologi jajar legowo salah satunya yaitu Desa Tunjungtirto.
Proses wawancara untuk menggali data
primer terkait dengan penggalian potensi dan masalah terhadap sistem jajar
legowo, bahwa alasan petani tidak mau menerapkan teknologi jajar legowo yaitu
tingkat kerumitan, tenaga kerja, biaya dan waktu. Variabel kerumitan, tenaga
kerja, biaya dan waktu berkaitan erat hari orang kerja (HOK) pada proses
penanaman bibit padi disawah.
Cara tanam padi sistem jajar legowo
dikatakan rumit yaitu menggunakan tali sebagai pelurus untuk merapihkan larikan
padi, sehingga waktu secara efesien tidak sesuai dan biaya hari orang kerja
(HOK) pun bertamba. Tetapi menanam padi dengan cara tegel biaya hari orang
kerja (HOK) standar dan waktu tanam bibit padi cepat. Berdasarkan pada uraian
tersebut, maka yang membuat petani pada Desa Tunjung Tirto sebagian petani
tidak menerapkan teknologi jajar legowo adalah pada proses tanam bibit padi
yaitu pada variabel kerumitan dan tenaga kerja.
Sebagai bagian integral/terpadu (mengenai keseluruhan) dalam membina
profesionalisme pelaku utama pertanian secara produktif, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apa yang mempengaruhi
perilaku petani dalam menerapkankan jajar legowo. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui masalah-masalah dan pemecahan masalah yang ada sebagai bahan analisis untuk
perbaikan perilaku petani dari sistem usaha tani tegel menjadi
sistem usaha tani jajar legowo.
Penelitian dapat dilaksanakan dengan baik sesuai prinsip ilmiah, maka perlu disusun pedoman penelitian
sesuai kriteria ilmiah. Dari uraian
latar belakang tersebut, sehingga peneliti akan meneliti tentang : SIKAP PETANI
TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI JAJAR LEGOWO PADA DESA TUNJUNG TIRTO, KECAMATAN
SINGOSARI, KABUPATEN MALANG.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasakan
pada latar belakang tersebut, bagaimana sikap petani terhadap teknologi jajar
legowo di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, maka
dirumuskan seperti berikut.
1.2.1 Bagaimana
sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjung Tirto, Kecamatan
Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.2 Faktor –
faktor apa yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo pada
Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.3 Bagaimana
rancangan penyuluhan pertanian terhadap petani untuk menerapkan teknogi jajar
legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian adalah
:
1.3.1 Untuk
mengetahui sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto,
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.3.2 Untuk
mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi
jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.3.3 Untuk
membuat rancangan penyuluhan pertanian tentang teknologi jajar legowo terhadap
petani di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.4
Kegunaan
Penelitian
ini dengan harapan memberikan sumbangan baik secara teori maupun praktis kepada
:
1.4.1 Petani. Untuk dapat
dijadikan sebagai pedoman
dalam perubahan sikap.
1.4.2 Peneliti. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan
bagi para peneliti lanjutan terhadap penerapan tenologi jajar legowo.
1.4.3 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang, agar penelitian ini dijadikan sebagai bahan informasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam penyuluhan kepada petani untuk menerapkan teknologi
jajar legowo.
1.4.4 Pemerintah/Pemerintah
Daerah. Untuk mewujudkan swasembada
beras, diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial sehingga oleh petani
tidak terlihat otoriter. Tetapi dalam penyuluhan meyakinkan petani bahwa dengan menerapkan teknologi jajar legowo menguntungkan. Karena dengan
pengaturan jarak tanam akan meningkatkan populasi tanaman padi dan produksi
padi pun tinggi dibandingkan dengan cara tanam lainya seperti sistem tegel
produksinya rendah.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Program
Pemerintah
Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Pencapaian
swasembada di tahun 1984 disebabkan karena penggunaan pupuk an organik sebagai
sarana produksi. Namun penggunaan an-oragnik menimbulkan degradasi tanah yang
sulit teratasi. Secara alami, terjadi kerusakan tanah memberikan dampak
terhadap produksi. Hal ini disebabkan karena tanah adalah unsur utama
peningkatan produksi dan sebagai media tumbuh tanaman. Sehingga secara tidak
lansung memberikan dampak terhadap penurunan produksi dan produktivitas
pertanian.
Kondisi tersebut pun secara tidak
lansung memberikan dampak yang berakibatkan penyediaan beras bersumber dari produksi dalam negeri tidak dapat dipenuhi. Sehingga impor menjadi alternatif untuk mengurangi resistensi social dan politik. Istilah
resistensi adalah menunjukan pada posisi
sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan dan menentang.
Supaya terjadi surplus pangan dalam
negeri, pemerintah menyusun program untuk
pemantapan ketahanan pangan dalam negeri. Program Kabinet Kerja Indonesia adalah
pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada dan surplus di tahun 2015 - 2017.
2.1.2 Program
Upaya Khusus (UPSUS)
Program upaya khusus yang disingkat UPSUS adalah kecukupan produksi komoditas strategis yaitu padi, jagung,
kedelai, tebu, sapi, cabai dan bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus adalah
untuk dapat mempertahankan swasembada dan memantapkan kondisi ketahanan pangan
yang berdaulat.
Untuk itu, usaha meningkatkan produksi dengan menerapkan berbagai teknologi
telah dilakukan dengan berbagai cara seperti memberikan bimbingan kepada petani
mengenai panca usaha, intensifikasi khusus dan lain sebagainya. Semua itu
bermaksud meningkatkan produksi guna mengimbangi laju permintaan pangan (AAK,
1990 dalam Ekasari, Septi Lovia, 2016).
2.1.3 Kegiatan Upaya Khusus
Kegiatan upaya khusus yang dimaksudkan disini adalah optimasi Lahan Sawah
atau disingkat OPLAH. Optimasi Lahan adalah upaya peningkatan Indeks Pertanaman
dan produktivitas padi, jagung dan/atau kedelai pada lahan sawah
dan non sawah melalui penyediaan prasarana dan sarana pertanian.
Sedangkan definisi sawah adalah lahan usaha
tani
yang secara fisik permukaan tanahnya rata,
dibatasi oleh pematang, sehingga dapat ditanami padi dengan sistem
genangan/tadah hujan atau
pengairan berselang. Indeks Pertanaman yang selanjutnya disingkat IP adalah
frekuensi penanaman pada sebidang
lahan pertanian untuk memproduksi
padi, jagung dan/atau kedelai dalam
kurun waktu satu tahun.
2.1.4 Produksi
dan Produktifitas
Pengertian Produksi adalah suatu
kegiatan untuk menciptakan/menghasilkan atau menambah nilai guna terhadap suatu
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan oleh orang atau badan (produsen).
Faktor produksi adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan
produksi terhadap suatu barang dan jasa. Faktor-faktor produksi terdiri dari
alam (natural resources), tenaga kerja (labor), modal (capital), dan keahlian
(skill) atau sumber daya pengusaha (enterpreneurship).
Faktor-faktor produksi alam dan tenaga kerja adalah faktor produksi utama
(asli), sedangkan modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi turunan.
a.
Faktor
Produksi Alam, adalah semua kekayaan yang ada
di alam semesta digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi alam disebut
faktor produksi utama atau asli. Faktor produksi alam terdiri dari tanah, air,
udara, sinar matahari, dan barang tambang.
b.
Faktor
Produksi Tenaga Kerja, adalah faktor produksi
insani yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjalankan kegiatan
produksi. Faktor produksi tenaga kerja sebagai faktor produksi asli. Walaupun
kini banyak kegiatan proses produksi diperankan oleh mesin, namun keberadaan
manusia wajib diperlukan.
c.
Faktor
Produksi Modal, adalah faktor penunjang yang
mempercepat dan menambah kemampuan dalam memproduksi. Faktor produksi dapat
terdiri dari mesin-mesin, sarana pengangkutan, bangunan, dan alat pengangkutan.
d.
Faktor
Produksi Keahlian, adalah keahlian atau
keterampilan individu mengkoordinasikan dan mengelola faktor produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa.
Berdasarkan caranya, padi dikategori sebagai Proses Produksi Panjang (PPP)
yaitu proses produksi yang memakan waktu lama mulai dari proses produksi
menanam padi sampai menjadi beras. Pelaksanaan intensifikasi padi sawah
difokuskan pada upaya penanganan masalah pengelolaan tanah, penggunaan benih
bermutu, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan dan
kegiatan selama pasca panen.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, telah diperkenalkan berbagai
teknologi tanam budidaya padi, seperti budidaya sistem tanam benih langsung
(Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT) dan sistem tanam jajar legowo
(Jarwo).
Sasaran produksi padi tahun 2016 sejumlah 76,23 juta ton GKG (Gabah Kering
Giling) atau meningkat 3,79% dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya
sebesar 73,44 ton GKG GKG (Gabah Kering Giling). Sasaran sejumlah tersebut
diperoleh dari sasaran luas tanam 15,02 juta ha, sasaran luas panen 14,27 juta
Ha dan sasaran produktivitas 53,40 Ku/Ha. Apabila dibandingkan dengan
pencapaian pada tahun 2015 (ARAM II), sasaran produksi tahun 2016 meningkat
1,65%, sasaran luas panen meningkat 0,63%, produktivitas meningkat 0,96 %
(Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo, 2016).
2.1.5 Teknologi Jajar Legowo
Thompson 1992 dalam
Setiana (2005) mendefinisikan teknologi sebagai suatu pola tindakan
instrumental yang ditujukan untuk mengurangi aspek ketidakpastian dalam
hubungan sebab akibat yang dirancang untuk mencapai suatu hasil tertentu.
Ketidakpastian ini berkaitan dengan adanya beberapa alternatif yang mungkin
timbul dalam hal hasil yang dapat diperoleh.
Feibleman 1983 dalam
Andin (1996) menyatakan bahwa teknologi memiliki suatu ideal tersendiri. Ideal
itu berkaitan dengan kesesuaiannya dengan tujuan dan nilai ekonomi adanya
teknologi tersebut, efisiensi menjadi kriteria utama penciptaan teknologi.
Selanjutnya Feibleman dalam pernyataan bahwa mengingat perancang atau pemikir teknologi dibatasi dengan
sumberdaya yang tersedia, maka ia terkendala dengan lingkungan sekitarnya.
Lingkungan sekitar dalam hal ini adalah lingkungan yang masih berada dalam
jangkauan masyarakat, dengan pengetahuan dan kemampuan masyarakat yang
bersangkutan (Fofa Arofi, 2009).
Dewasa ini telah diperkenalkan
berbagai teknologi tanam budidaya padi, antara lain budidaya sistem tanam benih
langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT) maupun sistem tanam jajar legowo (Petunjuk Teknis Teknologi
Tanam Jajar Legowo Tahun, 2016).
Penggunaan teknologi jajar legowo saat ini difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas padi sawah (intensifikasi). Selain pada lahan sawah, hal termaksud juga dirancang untuk kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Sehingga pelaksanaannya diharapkan kelompoktani/petani menerapkan Teknologi
Tanam Jajar Legowo.
Peningkatan
produktivitas yang dimaksudkan disini adalah peningkatan produktivitas padi yaitu upaya khusus yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil usaha tani padi dengan cara mengoptimalkan lahan sawah yang
sudah tersedia (intensifikasi). Upaya khusus peningkatan produksi dan
produktivitas padi pada proses menanam padi dianjurkan untuk menggunakan
teknologi jajar legowo.
Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo (2016), upaya
peningkatan produksi padi akan diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas
(intensifikasi) dan kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui
penerapan teknologi tanam jajar legowo. Untuk itu, seluruh kegiatan peningkatan
produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar
legowo, sementara untuk kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi)
diharapkan dapat menerapkan teknologi tanam jajar legowo tersebut atau
disesuaikan dengan kondisi setempat.
Istilah legowo diambil dari bahasa jawa yaitu “lego” yang berarti luas dan
“dowo” yang berarti panjang. Legowo juga diartikan sebagai cara tanam padi yang
memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Sedangkan sistem
tanam jajar legowo padi adalah pola bertanam padi yang berselang -
seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman dan satu
baris kosong.
Berkaitan dengan konteks tersebut penerapan teknologi jajar legowo adalah
selain peningkatan produksi dan prouduktifitas juga ditujukan untuk
meningkatkan kemakmuran petani (masyarakat), meningkatkan keuntungan petani,
meningkatkan lapangan usaha padi, menjaga kesinambungan usaha padi. Uraian
tersebut indentik dengan tujuan dalam Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam
Jajar Legowo Padi, (2016) yaitu meningkatkan produksi padi dan pendapatan
petani.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya sumber daya
manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial untuk
merubah perilaku petani. Yang dimaksudkan dengan perilaku petani yaitu
pengetahuan keterampilan dan sikap atau disingkat PKS.
Salah tujuan dalam Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi
Tahun 2016 adalah meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan sikap petani
sehingga pelaksanaan penerapan teknologi tanam jajar legowo di lokasi kegiatan
peningkatan produktivitas (intensifikasi) maupun di lokasi kegiatan perluasan
areal tanam (ekstensifikasi) dapat berjalan lebih cepat, produktif dan
keberlanjutan.
2.1.5 Sikap
Petani
Istilah sikap (attitude) dalam
buku Saifuddin Azwar, (1995) yang berjududul Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya pertama oleh Herbert Spencer pada tahun 1862.
Menurut Herbert Spencer sikap adalah status mental seseorang.
Sedangkan menurut Lange, (1888) dalam Saifuddin Azwar (1995:4),
istilah sikap menambahkan aspek respons fisik. Artinya sikap tidak hanya aspek
mental (bersangkutan dengan batin dan watak manusia) saja tetapi juga mencakup aspek respons fisik. Contoh : Seorang
petani fisiknya sangat lelah, tetapi semangatnya tetap membara.
Sikap dalam konteks tersebut hasil tealahan di
internet, kamus marketing mendefinisikan sikap sebagai kondisi mental akal budi
tertentu yang mencerminkan suatu pandangan pribadi yang negatif atau
positif terhadap suatu obyek dan keadan acuh tak acuh yang menunjukan titik
tengah (mid point) diantara dua titik ataupun dua pokok yang saling berlawanan
(Nurfauziah, 2010. http: // repository. Uinjkt.ac.id / dspace / bitstream
/ 123456789/3545/1/ NURFAUZIAH - FEB. pdf. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016).
istilah sikap oleh Lange tersebut
menggunakan dalam bidang eksperimen (percobaan) mengenai respons untuk
menggambarkan kesiapan subyek dalam stimulus (ransangan) yang
datang tiba-tiba. Sedangkan kesiapan dalam diri individu itu disebutkannya
sebagai aufgabe atau task attitude.
Menurut Herbert Spencer sejak tahun 1862
dan kemudian oleh Lange tahun 1888 hingga saat ini, sikap selalu menjadi
konsep yang dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu sosial tentang pandangan
sikap individu sebagai anggota masyarakat, kelompok sebagai kumpulan
individu-individu dari suatu masyarakat terhadap suatu obyek makhluk
hidup/benda.
Respons berhubungan erat dengan komponen sikap,
sehingga respons dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis diantaranya :
a. Respons
kognitif adalah respons perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini
b. Respons afektif adalah respons syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi
c. Respons
konatif adalah respons tindakan dan pernyataan mengenai perilaku
Ketiga respons tersebut diuraikan bahwa dengan
melihat salah satu dari ketiga bentuk respons tersebut, maka sikap seseorang
sudah dapat diketahui. Namun karena ketiganya memiliki hubungan, sehingga sikap
individu harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respons termaksud.
Menurut Man
(1969) dalam Saifuddin Azwar (1995 edisi ke II : 24-27) menjelaskan bahwa :
a.
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang
dimiliki oleh individu. Selanjutnya, komponen kognitif diidentikan dengan
pandangan (opini) utamanya pada isyu atau problema yang kontrafersi.
b.
Afekti merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut
masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam
sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
c.
Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau
untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Lebih lanjut
untuk ke tiga komponen dasar yang mendukung sikap seseorang dapat diuraikan
yaitu :
a.
Kognitif ialah kepercayaan seseorang terhadap suatu obyek atau kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau benar bagi obyek sikap. Kita contohkan
isyu mengenai teknologi jajar legowo sebagai obyek sikap bahwa apa saja yang di
dipercayai mengenai jajar legowo ini. Sehingga apa yang dipercayai seseorang
disebut stereotipe yaitu sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu
kelompok sosial dimana cara pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota
tersebut. Atau semisalnya petani/kelompoktani memperoleh informasi tetang
teknologi jajar legowo biasanya dari pihak kedua kemudian cenderung untuk
menyesuaikan informasi tersebut (sesuai dengan pikiran kita) tanpa melakukan
observasi lebih mendalam sehingga cara pandang sempit terhadap teknologi jajar
legowo akibatnya terlepas dari maksud dan tujuan teknologi jajar legowo dan
sebagai teknologi anjuran.
b.
Apektif yaitu masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek.
Atau Perasaan seseorang mengenai suka tidak suka terhadap suatu obyek. Contoh
orang mempunyai perasaan negatif terhadap misalnya saja teknologi jajar legowo
bahwa seseorang tidak menyukai teknologi jajar legowo, karena muncul perasaan
kekuatiran akan akibat proses menanam padi, biaya tanam akan meningkat. Dilain
sisi, ketidaksukaan orang yang menanam benih padi (tenaga kerja) dalam bentuk
rasa tidak suka terhadap teknologi jajar legowo pada saat tanam padi
menggunakan tali sebagai pelurus, sehingga dari segi waktu menjadi lama.
c.
Perilaku (konatif) yaitu kecenderungan perilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan obyek yang dihadapinya.
Katz (Azwar, 2005:53-55) menyebutkan empat macam fungsi Sikap bagi manusia, yaitu :
a.
Fungsi instrumenal, fungsi
penyesuaian atau fungsi manfaat. Fungsi ini
menyatakan bahwa individu dengan Sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk Sikap positif terhadap
hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk Sikap negative terhadap hal-hal yang menurut perasaannya akan merugikan dirinya.
b.
Fungsi pertahanan ego. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak
terselesaikan.
c.
Fungsi pernyataan nilai. Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.
d.
Fungsi pengetahuan yaitu manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran
dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
e.
Sumber : (Pendidikan Kewarganegaraan,
2015. Http: //ainamulyana. blogspot.co.id/2015/03/ pengertian-sikap).
Sedangkan fungsi sikap menurut ahmadi (2007:165-167) adalah sebagai berikut :
a.
Sebagai alat untuk menyesuaikan
diri.
b.
Sebagai alat pengatur tingkah laku.
c.
Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman dan
d.
Sebagai pernyataan kepribadian.
Menurut Gerungan
(1991:151-152) ciri-ciri sikap atau
attitude adalah :
a.
Attitude bukan dibawa orang sejak ia
dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
b.
Attitude itu dapat
berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang; atau sebaliknya, attitude-attitude itu dapat dipelajari, karena
attitude-attitude itu dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
c.
Attitude itu tidak berdiri
sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.
d.
Objek attitude itu dapat
merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan
dengan satu objek saja, tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang
serupa.
e.
Attitude mempunyai segi-segi
motivasi dan segi-segi perasaan.
Menurut Shalahuddin (1990) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu :
a.
Sikap sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang diperoleh melalui pengalaman yang mempunyai unsur-unsur emosional.
b.
Sikap mempunyai dua unsur yang bersifat perseptual dan afektif.
Artinya bahwa sikap itu bukan
saja yang diamati oleh seorang melainkan juga bagaimana ia mengamatinya.
c.
Sikap mempengaruhi obyek lainnya, yang artinya bahwa
apabila seorang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek maka seorang tersebut akan senang pada obyek yang
diberikan oleh informator yang bersangkutan. Situasi ini akan memberi jalan kepada setiap orang ke arah pengalaman belajar yang sukses dan akan menyebabkan ia belajar
lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.
Sikap dan
perilaku mempunyai hubungan yang dipandang oleh ilmu psikologi sebagai reaksi
yang bersifat sederhana dan kompleks. Bersifat khusus pada manusia dan secara
umum spesies hewan yang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif yang
didasari oleh kodrat untuk hidup.
Menurut
Azwar, (1995) bahwa salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang
menarik adalah sifat diferensialnya. Menurutnya maksud dari pernyataan
tersebut yaitu satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang
berbeda dan beberapa stimulus (ransangan) yang berbeda dapat saja menimbulkan
satu respons yang sama. Arti istilah diferensial yaitu bersangkutan
dengan, menunjukkan, atau menghasilkan perbedaan seperti gembira-sedih,
keras-lembut, cepat-lambat.
Berkaitan
dengan diferensial, karakteristik individu dapat disebutkan seperti
motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling mempengaruhi. Teori
tindakan mempunyai alasan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui
proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan yang dibatasi pada tiga
hal yaitu : 1) perilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; 2) selain
sikap, perilaku dipengaruhi juga oleh norma-norma subyektif yaitu keyakinan
individu-individu terhadap apa yang orang lain inginkan untuk individu-individu
melakukan; dan 3) sikap terhadap suatu perilaku atau bersama norma-norma
subyektif membentuk suatu niat untuk berperilaku tertentu. Dalam Saifuddin
Azwar (1995:9-12), digambarkan pada gambar 1.

Tampak pada
gambar 1 bahwa niat merupakan fungsi sikap terhadap perilaku dan norma-norma
subyektif. Artinya sikap individu terhadap perilaku adalah merupakan aspek
personal dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk seseorang
berperilaku atau tidak berperilaku terhadap norma subyektif. Hal ini dapat
disederhanakan lagi oleh teori tindakan beralasan bahwa seseorang akan
melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang suatu perbuatan itu
positif dan dikuatkan oleh orang lain yang ingin agar seseorang itu
melakukannya.
Uraian
tersebut implikasinya pada keyakinan seseorang memberikan alasan untuk menerima
atau tidak menerima suatu perbuatan. Sebab keyakinan seseorang bersumber dari
pengalaman yang bersamaan perilaku dimasa lalu. Hal itu bisa atau tidaknya
menerima, dipengaruhi juga oleh informasi tidak lansung seperti melihat teman
atau orang lain yang pernah melakukannya dan dapat juga dipengaruhi oleh faktor
yang terkesan kesulitan atau kemudahan untuk melakukan sesuatu perbuatan.
2.2
Landasan Empiris
2.1.1 Kondisi Umum Indonesia
Indonesia disebut sebagai negara agragris, negara matahari dan negara kaya
akan air. Disebut negara agraris karena sektor pertanian, disebut negara
matahari karena berkelimpahan sinar matahari disebabkan berada pada jalur
katulistiwa dan disebut negara kaya air karena berkelimpahan air pada musim
hujan selalu banjir. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka di Indonesia
memiliki potensi wilayah yang mampu memberikan ketahanan pangan dalam negara.
Namun dalam kenyataanya pangan selalu menjadi masalah utama dalam negeri yang
mengakibatkan impor pangan.
Jika menyimak arti potensi ini : kemampuan, kekuatan, kesanggupan dan daya
yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Maka sebagai negara yang
memiliki potensi yang telah disebutkan diatas, Negara Indonesia mempunyai
peluang untuk menekan inpor dan memenuhi surplus pangan dalam negara. Karena
unsur dalam negara terdapat bangsa-bangsa yang terkandung didalamnya potensi
wilayah adalah lingkungan negara yang terdiri dari provinsi, kabupaten,
kecamatan dan desa.
Potensi tersebut mempunyai kekuatan untuk diberdayakan secara intensif
serta digerakan melalui satu gerakan yang terkoordinasi. Sehingga membicarakan
ketercapaian swasembada beras, jagung, kedelai dan daging bisa tercapai. Hasil
telahaan referensi yang relefan bahwa yang memberikan pengaruh secara lansung
maupun tidak lansung terhadap perilaku (sikap) semua pihak yang terlibat yaitu
politik, ekonomi dan sosial. Sehingga akan menimbulkan pemahaman secara positif
atau negatif atau setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek.
Menurut Wahap dalam Setyadi (2005) mengutip pendapat para pakar yang
menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku
badan administrative yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut
jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung atau
tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat dan pada
akhirnya berpengaruh terhadap dampak negative maupun positif.
`2.2.2 Program dan Kegiatan
Pemerintah pengambil kebijakan sebagai penguasa untuk menguasai Masyarakat
Indonesia. Hal ini artinya bahwa kebijakan program kegiatan yang ditempuh
adalah faktor umum. Karena dengan faktor umum akan lebih sesuai dengan kaidah –
kaidah yang diciptakan dalam sistem pergaulan pada suatu masyarakat yang
termasuk didalamnya petani.
Berkaitan pada uraian tersebut, pemerintah merencanakan serta
mengimplementasikan program yang disebut dengan Upaya Khusus (UPSUS). Program
upaya khusus (UPSUS) adalah kecukupan
produksi komoditas strategis yaitu padi, jagung, kedelai, tebu, sapi,
cabai dan bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus adalah untuk dapat
mempertahankan swasembada dan memantapkan kondisi ketahanan pangan yang
mempunyai kekuasaaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah
(“berdaulat”).
Oleh sebab itu, supaya program upaya khusus (UPSUS) harus
diimplementasikan/dilaksanakan dan mempunyai dampak ketercapaian tujuan yang
diinginkan. Maka dirumuskan tujuan yang dinginkan dari program upaya khusus
adalah pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung
serta swasembada kedelai, sehingga implementasinya penyuluh, mahasiswa
dan bintara pembina
desa (babinsa) menjadi unsur penting dalam
menggerakkan para
pelaku utama untuk
mau dan mampu secara produktif serta intesif
dalam mengelola program/kegiatan.
Potensi tersebut yang menjadi kekuatan untuk diberdayakan serta digerakan
dalam satu gerakan yang terkoordinasi. Namun dalam pelaksanaannya gerakan yang
disebut dengan sinerginitas Penyuluh, Babinsa dan mahasiswa “tidak”
dalam satu gerakan yang terkoordinasi.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan potensi tersebut, diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial sehingga
bertanggungjawab dalam melaksanakan program/kegiatan dan menimbulkan ketaatan
pada diri kelompok sasaran.
Kegiatan Optimasi Lahan (OPLAH) adalah pilihan yang dapat dilaksanakan. Kegiatan
optimasi lahan (OPLAH) merupakan salah satu langkah strategis dalam
mengantisipasi kekurangan lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan ini difokuskan
untuk meningkatkan Indek Pertanaman (IP) dan produktifitas melalui penyediaan
sarana produksi.
2.2.3 Teknologi Anjuran
Menurut Riduwan , 2009, dalam
Bukunya yang berjudul Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian
menguraikan bahwa dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah
bangsa akan memiliki daya saing tinggi ditenga-tenga bangsa lain. Hal ini
implikasinya adalah membangun sumber daya manusia (utamanya
petani) pertanian yang berkualitas
dan handal.
Sebagai upaya memotivasi petani/kelompoktani, maka pemerintah melalui
pemerintah daerah memberikan batuan sosial kepada kelompoktani untuk berusaha
tani lebih baik. Pemberian bantuan sosial berupa penyedian sarana produksi
seperti pupuk dan pengolahan tanah. Sedangkan dalam proses menanam padi,
petani/kelompoktani penerima bantuan sosial optimasi lahan sawah menerapkan
teknologi anjuran.
Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016 berisi
kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi pemerintah (pusat, provinsi dan
kabupaten/kota) bersama stakeholders dalam melaksanakan kegiatan
peningkatan produksi padi secara sinergis dan berkesinambungan baik pada lokasi
kegiatan peningkatan provitas (intensifikasi) maupun perluasan areal tanam
(ekstensifikasi) dengan tetap mengadopsi teknologi tanam jajar legowo, sehingga
target produksi yang telah ditetapkan dapat tercapai seiring dengan upaya
mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan.
Hal itu dimaksudkan karena penerapan
sistem tanam jajar legowo untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal, juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Sedangkan
menurut para peneliti dan petani yang sudah menerapkan, jajar legowo
meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam.
Menariknya dari anjuran pemerintah,
hasil pengkajian dan penelitian yang menghasilkan rekomendasi untuk diterapkan
cara tanam padi sistem jajar legowo oleh petani, namun masi ada petani yang
tidak merespons teknologi tersebut. Tetapi petani lebih dominan mengandalkan
teknologi tegel yang masih tradisonal. Kondisi tersebut membuat pemerintah dan atau peneliti selalu dan selalu
berdampak pada munculnya peluang - peluang baru untuk mengubah perilaku
(pengetahuan, keterampilan dan sikap) petani.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, maka pada tahun 2016 upaya peningkatan
produksi padi akan diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas
(intensifikasi) dan kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui
penerapan teknologi tanam jajar legowo (Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Untuk itu, seluruh kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi)
diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar legowo, sementara untuk kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi) diharapkan dapat menerapkan
teknologi tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk
mendukung penerapan teknologi tanam jajar legowo maka akan difasilitasi bantuan
benih dan alat tanam antara lain caplak kepada petani/kelompok tani/gapoktan
pelaksana kegiatan (Buku
Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Pengaruh sikap petani terhadap inovasi adalah merupakan sebab yang berasal dari masyarakat dan petani sendiri. Terhadap teknologi jajar legowo dianggap penemuan baru (inovasi) yang berkembang di masyarakat yang bersifat menyempurnakan dari bentuk
penemuan lama seperti Teknologi tegel dan jajar legowo. Hanya saja
jajar legowo dianggap efektif, efesien dan menguntungkan sehingga
direkomendasikan untuk diaplikasikan.
a.
Keunggulan dan Kelemahan Jajar legowo
Keunggulan teknologi jajar legowo
sudah teruji melalui penelitian dan pengkajian, dan kemudian digunakan sebagai
bahan penyuluhan kepada petani untuk menerapkan cara tersebut. Karena dengan pengaturan jarak tanam dapat meningkatkan populasi tanaman
padi, produksi padi pun tinggi dibandingkan dengan cara tanam lainya seperti
sistem tegel produksinya rendah.
Terdapat ruang terbuka yang lebih
lebar diantara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya
matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktivitas
fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Sembiring (2001), dalam Sarlan Abdulrachman, dkk (2013), sistem tanam legowo merupakan salah satu
komponen PTT pada padi sawah yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam
lainnya memiliki keuntungan sebagai berikut :
1. Sistem
tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya
seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama dan
penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah dalam mengendalikan
hama tikus.
2. Meningkatkan
jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo, sehingga
berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan
populasi.
3. Sistem
tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem produksi
padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan bebek).
4. Meningkatkan
produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.
Keuntungan cara tanam
jajar legowo yang tersebutkan, dapat juga disebutkan seperti berikut :
1. Rumpun
tanaman yang berada pada bagian pinggir lebih banyak.
2. Terdapat
ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong mas atau untuk
mina padi.
3. Pengendalian
hama, penyakit dan gulma lebih mudah.
4. Pada tahap
awal areal pertanaman lebih terang sehingga kurang disenangi tikus
5. Penggunaan
pupuk lebih berdaya guna.
6. Referensi :
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Teknologi Budidaya Padi (2008).
Selain peningkatan produksi, cara tanam jajar legowo pada barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh
yang lebih longgar sekaligus sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari
lebih baik untuk pertanaman. Selain itu upaya penanggulangan gulma dan
pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah (Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi, 2016).
Pada sistem jajar legowo dua baris
semua rumpun padi berada di barisan pinggir dari pertanaman. Akibatnya semua
rumpun padi tersebut memperoleh manfaat dari pengaruh pinggir (border effect).
Hasil telahaan data sekunder, pada rumpun padi yang berada di barisan pinggir
hasilnya 1,5 – 2 kali lipat lebih tinggi dari produksi pada yang berada di
bagian dalam. Disamping itu sistem Legowo yang memberikan ruang yang luas
(lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan atau minapadi
legowo (Permana, 1995).
Sebutan jajar legowo pada awal
menggunakan dua cara tanam yaitu 2 : 1 dan 4 : 1. Namun dengan adanya
pengkajian dan penelitian yang berkembang, maka muncul beberapa tipe cara tanam
sistem jajar legowo yang secara umum telah disebutkan berikut : tipe legowo (2
: 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta
telah diaplikasikan oleh petani yang menerapkannya cara tersebutkan.
Tipe sistem tanam jajar legowo
terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo
(4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2:1) dapat diterapkan untuk mendapatkan
bulir gabah berkualitas benih (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010).
Penelitian terdahulu Ayudya
Melasari, Tavi Supriana dan Rahmanta Ginting, dengan judul penelitian Analisis
Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem
Tanam Non Jajar Legowo memberikan informasi bahwa hasil penelitian
menunjukkan bahwa Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas
petani sebesar 6.485,17 Kg/Ha dengan pendapatan sebesar Rp. 11.627.931,11
dengan asumsi tidak menyebutkan tipe tanam 2 : 1 atau sejenisnya.
Menurut penelitian Asda Rauf, Amelia
Murtisari dan Angki Rahman dengan judul penelitian Analisis Pendapatan
usahatani Padi Sawah Pada Sistem Tanam Legowo di Kecamatan Dungaliyo Kabupaten
Gorontalo bahwa berdasarkan hasil perhitungan keuntungan yang diterima
oleh petani pada usahatani padi sawah yang menerapkan sistem tanam legowo di
Kecamatan Dungaliyo pada sistem tanam legowo 4:1 petani dengan memperoleh
keuntungan sebesar Rp. 23.835.552/petani dengan rata-rata per hektar Rp.
21.668.684 dan pada sistem tanam legowo 2:1 memperoleh keuntungan sebesar Rp.
21.703.201/petani dengan rata-rata per hektar Rp. 21.703.201, dengan jumlah
produksi 6-7 Ton/Ha. Jika dibandingkan dengan pendapatan petani yang
menggunakan sistem tanam tegel di Kecamatan Dungaliyo hanya memperoleh
keuntungan sebesar Rp.13.935.000/Ha. Dengan jumlah produksi 4 Ton/Ha. Dengan
demikian hipotesis satu terbukti, dimana sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1
memberikan keuntungan lebih tinggi.
Pada prinsipnya sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha
sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31%
dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha.
Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman sisipan (Sarlan Abdulrachman, Made Jana Mejaya, Nurwulan Agustiani, Indra Gunawan,
Priatna Sasmita, Agus Guswara, (2013).
Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan
keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada
kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi tanaman mencapai
256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel
(25x25)cm (Sarlan
Abdulrachman, dkk, 2013).
Kelemahan teknologi jajar legowo
dalam penelitian terdahulu yaitu Persepsi petani terhadap Sistem Tanam Jajar
Legowo 2:1 antara lain pertama, apabila topografi lahan petani yang
dimiliki bentuknya tidak beraturan dapat menyulitkan petani dalam proses
pembuatan jarak tanam sesuai Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1. Kedua,
proses pembuatan jarak tanam sesuai Sistem Jajar Legowo 2:1 memerlukan waktu
yang lebih lama, sehingga pengedok menolak untuk menerapkan Sistem Tanam Jajar
Legowo 2:1 tersebut. Ketiga, serangan hama padi lebih banyak daripada
tanaman lainnya, sehingga petani memerlukan pertimbangan kembali dalam
mengadopsi Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 tersebut.
b. Kelemahan Teknologi Tegel
Selain jajar legowo, sistem tanam
tegel (20 x 20 cm, 22 x 22 cm, 25 x
25 cm) juga merupakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Hal
tersebut jika disimak dengan cermat, berarti sebelum munculnya sistim tanam
jajar legowo, yang digunakan dalam pendekatan PTT oleh petani adalah sistim
tanam tegel. Sehingga teknologi jajar tegel sudah menjadi kebiasaan dalam usaha
tani padi.
Berdasarkan pada pengalaman petani,
sesuai hasil idetifikasi bahwa kelemahan teknologi tegel yaitu pada tahapan
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma dan akan terasa
sulit pada saat umur padi 60 hari sampai 70 hari setelah tanam yang dimana pada
tahapan keluar malai padi.
c. Kelemahan
Legowo dan Tegel
1.
Kebutuhan benih meningkat
Teknologi tanam padi dengan
sistem legowo jumlah benih yang diperlukan lebih banyak dari sistem
tegel. Kebutuhan benih sistem tegel dengan jarak tanam 25 x 25cm adalah
25 kg/ha (kebiasaan petani). Sedangkan kebutuhan benih pada sistem legowo
dengan jarak legowo 50, 60, 70 dan 75 cm dan jarak tanam dalam barisan tanaman
25 x 12,5 cm, berturut-turut adalah 30, 25 kg, 31,25 kg, 26,30 kg dan 25 kg/ha.
2.
Upah tanam meningkat
Dengan
meningkatnya jumlah populasi tanaman persatuan luas, maka upah tanam dengan
sistem legowo juga meningkat. Kalau dengan sistem tegel upah tanam hanya
18 HOK (wanita) sedangkan pada sistem legowo meningkat menjadi 25
HOK (wanita). Apabila upah tanam diperhitungkan sebesar Rp.8.000,00 maka
terdapat selisih sebesar Rp.56.000,00.
2.3. Penyuluhan
Pertanian
Sistem penyuluhan adalah
seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta
sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan (UU SP3K,
2006).
Penyuluhan adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan men gorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup(UU SP3K,
2006).
Materi penyuluhan adalah bahan
penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan
pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa
sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Rekomendasi adalah pemberian persetujuan terhadap teknologi yang akan
digunakan sebagai materi penyuluhan.
Selain dilakukan pengkajian teknologi, alternative lain yang dibutuhkan
untuk merngubah sikap petani adalah kegiatan penyuluhan pertanian yang
memotivasi petani dengan penuh keyakinan bahwa, teknologi jajar legowo sangat
cocok untuk diterapkan.
Menurut Slamet, (2003) bahwa, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, di
antaranya telah dicanangkannya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP), yaitu
suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali
penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan
kesatuan arah kebijakan.
Sesuai pendapat tersebut,
maka dibutuhkan partisipasi aktif petani dan penyuluh merupakan kunci utama
keberhasilan penerapan inovasi teknologi jajar legowo melalui pendekatan PTT.
Yang dimaksudkan dengan partisipatif adalah petani berperan aktif dalam pemilihan dan pengujian teknologi yang sesuai dengan
kondisi setempat, serta meningkatkan kemampuan melalui proses pembelajaran di Laboratorium Lapangan (Zulkifli
Zaini dkk, 2010).
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah suatu pendekatan
inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani
melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama
petani.
Pada prinsipnya, penerapan PTT adalah : Petani berperan aktif dalam pemilihan dan pengujian teknologi yang sesuai
dengan kondisi setempat, serta meningkatkan kemampuan melalui proses
pembelajaran di Laboratorium Lapangan (Partisipatif); Memperhatikan kesesuaian
teknologi dengan lingkungan fisik, sosial-budaya, dan ekonomi petani setempat
(spesifik lokasi); Sumber daya tanaman, tanah, dan air dikelola dengan baik
secara terpadu (terpadu); Pemanfaatan teknologi terbaik, memperhatikan
keterkaitan antar komponen teknologi yang saling mendukung (sinergis atau
serasi); dan Penerapan teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan
kemajuan IPTEK serta kondisi social-ekonomi setempat (dinamis).
Evaluasi harus memiliki tujuan yang jelas, sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan dalam kegiatan penyuluhan. Ada tiga elemen penting dalam evaluasi yaitu (1) kriteria/pembanding
yaitu merupakan ciri ideal dari situasi yang diinginkan yang dapat dirumuskan
melalui tujuan operasional, (2) bukti /kejadian adalah kenyataan yang ada yang
diperoleh dari hasil penelitian, dan (3) penilaian (judgement) yang
dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian (Sutjipta, 2009).
2.4 Evaluasi Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Evaluasi penyuluhan pertanian
dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan kegiatan/program penyuluhan, dan kinerja
penyuluhan, mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan, membandingkan
antara kegiatan yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi penyuluhan pertanian adalah kegiatan untuk menilai suatu programa
penyuluhan pertanian. Evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan dengan proses
pengumpulan data, penentuan ukuran, penilaian serta perumusan keputusan yang
digunakan untuk perbaikan atau penyempurnaan perencanaan berikutnya yang lebih
lanjut demi tercapainya tujuan dari program penyuluhan pertanian.
Sedangkan
evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/programa sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi Kinerja Penyuluh
Pertanian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan
berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan parameter
kinerja Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
(Permentan, 2013).
2.4.1 Tujuan
Pelaksanaan Evaluasi Penyuluhan Pertanian
Evaluasi yang efektif dapat dinilai dari beberapa kriteria yaitu memiliki
tujuan evaluasi yang didefinisikan dengan jelas, pengukuran dilakukan dengan
saksama menggunakan alat ukur yang valid dan evaluasi dilakukan seobyektif
mungkin yaitu bebas dari penilaian yang bersifat pribadi;
Sesuai
telahaan referensi di internet, didalam wikipedia bahasa Indonesia, disebutkan
bahwa tujuan evaluasi penyuluhan pertanian adalah :
a.
Untuk menentukan sejauh mana
kegiatan penyuluhan pertanian dapat dicapai yang ditandai dengan perubahan
perilaku petani yang menjadi sasaran didik dari kegiatan penyuluhan pertanian.
b.
Didapat keterangan-keterangan
dari lapangan yang dapat digunakan untuk penyesuaian program penyuluhan
pertanian yang sedang berjalan.
c.
Untuk mengukur keefektifan
dari metode dan alat bantu yang digunakan dalam melaksanakan penyuluhan
pertanian.
d.
Untuk mendapatkan data laporan
tentang hal-hal yang terjadi dilapangan.
e.
Untuk memperoleh landasan bagi
program penyuluhan pertanian.
f.
Memberikan kepuasan bagi
psikologis orang-orang yang terlibat di dalam program penyuluhan pertanian.
Selain itu, beberapa aspek
atau cakupan tujuan evaluasi diantaranya :
1.
Tujuan
Kegiatan (activity objective)
a.
Mengumpulkan
data yang penting untuk perencanaan programa (keadaan umum daerah, sosial,
teknis, ekonomis, budaya, masalah, kebutuhan dan minat, sumber daya,
faktor-faktor pendukung).
b.
Mengetahui
sasaran/tujuanprograma/kegiatan yang telah tercapai.
c.
Mengetahui
perubahan-perubahan yang telah terjadi sebagai akibat intervensi
program/kegiatan penyuluhan
d.
Mengetahui
strategi yang paling efektif untuk pencapaian tujuan programa.
e.
Mengidentifikasi
“strong dan weak points” dalam perencanaan dan pelaksanaan programa.
f.
Mengetahui
kemajuan pelaksanaan kegiatan.
2.
Tujuan Managerial (managerial objective)
a.
Memberikan
data / informasi sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
b.
Memperbaiki
perencanaan dan pelaksanaan program
c.
Berkomunikasi
dengan masyarakat dan penyandang dana/stake holder.
d.
Menimbulkan
rasa persatuan dan motivasi untuk bekerja lebih baik.
3.
Tujuan Programa (Programa objective)
Menilai
efisiensi, efektifitas, dan manfaat dari programa selain untuk memenuhi
beberapa tujuan tersebut di atas, alasan lain mengapa perlu dilakukan evaluasi
programa penyuluhan pertanian adalah kemungkinan :
a.
Telah
terjadi perubahan struktur dan programa dari lembaga-lembaga terkait
di perubahan
kebutuhan, aspirasi, dan harapan dari masyarakat.
2.3.1 Metode Evaluasi
Secara umum metode yang
digunakan dalam evaluasi yaitu metode kuantitatif, metode kualitatif, dan
metode campuran. Penggunaan metode evaluasi tersebut disesuaikan dengan jenis
data yang hendak dijaring, sumber informasi dan waktu yang diperlukan dalam
melaksanakan evaluasi.
Metode evaluasi apabila dilihat
dari segi manfaatnya adalah sebagai upaya memperbaiki dan penyempurnaan
program/kegiatan penyuluhan pertanian sehingga lebih efektif, efisien, terukur
dan dapat mengetahui ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Metode yang digunakan
dalam evaluasi adalah kuantitatif. Alasan penggunaan metode kuantitatif adalah waktu dan tenaga untuk menjelaskan aspek sikap.
Dampak evaluasi ditentukan dengan pengambilan data dengan membandingkan data
awal dan akhir pada responden
(anggota kelompoktani). Sehubungan dengan itu, aspek instrumen evaluasi
untuk produk keluaran dan sikap dirancang dengan skala liekrt.
Jawaban responen (skor) ditabulasikan dan
dikategorikan, sehingga menghasilkan kategori sangat
baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk.
Penggunaan
skala likert adalah untuk
mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang, tentang
inovasi pertanian yang nantinya direkomendasikan. Menurut Sugiyono (2007),
skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena social. Hal ini akan di evaluasi
dijabarkan menjadi unsur-unsur, komponen-komponen yang dapat diukur dan
dijadikan titik tolak untuk menyusun instrumen.
2.5.
Kerangka Berpikir
Kerangka
pikir penelitian dapat digambarkan sebagai arah untuk dijadikan sebagai pedoman
bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Penelitian disini digambarkan
dari munculnya fenomena dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu
kerapkali mengalami masalah produksi pangan terutama beras. Dalam konteks ini,
seperti hal telah dijelaskan pada latar belakang bahwa kebutuhan masyarakat
Indonesia akan pangan beras sangatlah prima.
Kondisi
tersebut melatarbelakangi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk
mengobtimalisasikan lahan pertanian utamanya lahan sawah walaupun dalam skala
kecil untuk menekan inpor yang merupakan kebijakan pemerintah yang selama ini
menginpor beras. Alasan pemerintah di era revolusi mental yang sangat mendasar
untuk menekan inpor adalah Indonesia dijuluki sebagai negara agragris. Hasil
telaahan referensi dijelaskan bahwa Indonesia disebut sebagai negara agragris
dikarenakan (1) adanya sektor pertanian dan (2) penduduk di atas usia 15 tahun
mengatungkan hidupnya dari sektor pertanian.
Kebijakan
upaya khusus (UPSUS) untuk meningkatkan swasembada beras di Indonesia saat ini
adalah sala satunya meliputi kebijakan prouksi padi. Untuk mensukseskan program
upsus peningkatan produksi padi, maka pemerintah menganjurkan untuk sinergikan
program kegiatan dari pusat sampai ke petani. Melalui bantuan sosial (BANSOS),
kegiatan penggunaan teknologi anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka
meningkatkan produksi padi ialah teknologi jajar legowo. Sebab dengan
penggunaan teknologi jajar legowo dapat meningkatkan produksi padi.
Berkaitan
dengan hal tersebut, yang menjadi permasalahan di tingkat petani adalah dalam
budidaya padi sawah ada petani yang belum menggunakan teknologi jajar legowo
secara intensif. Artinya bahwa petani belum serius merespons dan menerima
teknologi jajar legowo. Tetapi tuntutan penggunaan teknologi dalam era
globalisasi menuntut petani untuk selalu berubah dan penyesuaian diri sesuai
perubahan zaman. Atau dengan kata lain disebut era globalisasi.
Selain
tuntutan era ilmu pengetahuan dan teknologi, isu sentral saat ini tentang
kebutuhan manusia akan pangan khususnya beras semakin meningkat dengan adanya
pertambahan jumlah penduduk. Sedangkan nilai dan harapan peningkatan produksi
padi semakin menurun. Salah satu obyek yang berpengaruh terhadap nilai
dan produksi padi adalah sikap petani dalam menerapkan teknologi jajar
legowo. Oleh sebab itu obyek sikap yang diteliti yaitu setuju dan tidak setuju
terhadap obyek penelitian. Sedangkan Penerapan teknologi jajar legowo dilihat
dari faktor lahan petani (milik/sewa), keunggulan dan kelemahan teknologi,
orang kerja (HOK), biaya dan waktu pada saat tanam benih padi.